Jumat, 29 Januari 2010

Pohon Zaitun atau Semak Duri?

Ternyata bukan manusia saja yang membutuhkan figur seorang pemimpin. Sekali peristiwa, demikian tutur Kitab Hakim-hakim 9:8, pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Namun, sebagaimana yang dialami manusia, mencari dan menemukan seorang raja bukanlah perkara mudah. Sejumlah kendala menghadang mereka. Pertama, ketika mereka meminta pada pohon zaitun, Jadilah raja atas kami! (Ayat 8), sang pohon zaitun menjawab: Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (Ayat 9) Permintaan mereka, sayangnya, ditolak mentah-mentah!

Tidak berputus-asa, pohon-pohon itu bergerak mendekati pohon ara. Kata mereka: Marilah, jadilah raja atas kami! (Ayat 10) Namun, kembali penolakan menghentikan langkah mereka. Jawab pohon ara: Masakan aku meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (Ayat 11) Wah, ditolak lagi!
Masih belum mau menyerah, kali ini pohon-pohon berombongan menghampiri pohon anggur: Marilah, jadilah raja atas kami! (Ayat 12). Dengan berharap-harap cemas mereka menanti jawaban sang pohon anggur: Setelah terdiam sejenak, pohon anggur berkata: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (Ayat 13) Ditolak tiga kali, waduh, betapa menyakitkan!

Nyaris putus asa, dengan langkah lesu dan tidak bersemangat, pohon-pohon menyapa semak duri: Marilah, jadilah raja atas kami! (Ayat 14). Tanpa diduga, mereka mendengar semak duri menjawab tegas: Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon." (Ayat 15)

Kata "semak duri" pertama kali tampil pada Perjanjian Lama dalam peristiwa yang diberi judul oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI): "manusia jatuh ke dalam dosa". Tepatnya, demikianlah dituturkan Alkitab tentang semak duri: Lalu firman-Nya kepada manusia itu: ... dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu....' (Kejadian 3:17-19) Tentunya, tidak sulit bagi kita untuk menemukan bahwa kehadiran "semak duri" di atas terkait dengan hukuman Tuhan bagi Adam yang melanggar larangan-Nya untuk tidak makan buah yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya. (Ayat 17).

Kata "semak duri" juga muncul dalam Kitab Nabi Yesaya 32:13-14: ... ratapilah tanah bangsaku yang ditumbuhi semak duri dan puteri malu .... Sebab purimu sudah ditinggalkan dan keramaian kotamu sudah berubah menjadi kesepian. Bukit dan Menara sudah menjadi tanah rata untuk selama-lamanya, menjadi tempat kegirangan bagi keledai hutan dan tempat makan rumput bagi kawanan binatang." Tidak jauh berbeda, nada kesedihan dan kekalahan terdengar nyata dalam ayat-ayat di atas. "Semak duri", tampaknya, memang akrab dengan nuansa negatif dalam kehidupan orang Israel.

Mencermati gambaran yang muncul tentang semak duri, sudah selayaknya dan sepatutnya kita mempertanyakan keterpilihan dan kesediaan semak duri menjadi raja atas pohon-pohon. Namun, keterpilihan tersebut tampaknya memang tidak terhindarkan, mengingat para pohon yang sesungguhnya lebih dipilih dan -karenanya- dihubungi lebih awal, tegas-tegas menyatakan penolakan. Tentu saja, kesediaan semak duri menjadi raja segera disambut gembira oleh para pohon pemilih (dijamin kita belum melupakan para bijak bestari yang mengatakan "tiada rotan, akar pun jadi"
bukan? Maksudnya, karena tidak ada pohon yang bersedia menjadi pemimpin, semak duri yang bernuansa negatif pun diterima dengan senang hati!Mengikuti kisah "pohon-pohon mencari raja", sebuah pesan bisa kita temukan dari kisah di atas. Pesan ini bukan terutama ditujukan bagi para pohon pemilih, melainkan lebih pada para pohon terpilih (yang sesungguhnya), yaitu: pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur. Ketidaksediaan dan penolakan mereka untuk menjadi pemimpin membuat para pohon pemilih terpaksa bersedia dan menerima semak duri sebagai raja mereka.

Dalam konteks negeri kita, pemilu legislatif telah berhasil menghadirkan sekian banyak anggota legislatif lama dan baru. Tentu saja (dan mestinya) mereka termasuk dalam kategori "pohon zaitun, pohon ara, juga pohon anggur". Tentunya, pula, sebagai bagian dari para pohon pemilih, kita dengan senang dan lega hati melihat mereka menerima permintaan kita untuk menjadi pemimpin atas kita. Namun, urusan kita jelas belum selesai. Dari para pemimpin terpilih yang termasuk dalam kategori "pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur" tersebut, kita menantikan kepemimpinan yang mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat negeri. Sebab bukan tidak mungkin rakyat akan berpaling dan mencari "semak duri" jika para "pohon terpilih" kelak sibuk dengan urusan dan kepentingan masing-masing.

Melalui Lukas 12:48, Tuhan mengingatkan para "pohon terpilih": Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Tentunya peringatan ini tidak mudah dilupakan para "pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur", bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar