Kamis, 15 Desember 2011

Jangan Ada Dusta Di antara Kita


Kalau kita ingin bangsa ini lepas dari lilitan berbagai krisi, sebaiknya kita harus mau bersikap jujur. Jangan ada dusta drantara kita. Yang sangat dibufuhkan adalah keteladanan dari tokoh masyarakat, pemimpin bangsa dan pemuka agama.

Entah sudah berapa kali tokoh masyarakat dan pemuka agama duduk bersama membicarakan masalah yang dihadapi bangsa ini, namun persoalan tetap tak bergeming. Kerusuhan tetap marak malah makin meluas ke berbagai daerah. Pertikaian muncul silih berganti, kerusuhan menjadi pemandangan seharihari dan kekerasan praktis mewarnai sisi kehidupan. Meski media cetak dan media televisi tak surut semangatnya untuk membiicarakan masalah yang menghantam bangsa ini lewat saresahan.

Memang sudah menjadi kewajiban umat beragama dalam berbangsa dan bernegara memberikan yang terbaik bagi bangsanya, meskipun untuk memulihkan luka batin memakan waktu lama, namun harus dilakukan upaya ke arah penyembuhan. Apalagi bangsa ini sedang getol-getolnya menikmati arti sebuah kebebasan. Hanya sayangnya kebebasan itu kerap menjadi sebuah kebebasan yang kebablasan. lni lumrah terjadi di dalam masyarakat plural.

Ketika kebebasan, keinginan dan tuntutan tidak terpenuhi maka yang terjadi justru konflik yang berujung pada perpecahan. Karena itu di dalam pola kebebasan harus ada kaidah atau semacam batasan yang harus diindahkan semua pihak yang ada dalam lingkaran besar sebuah bangsa. Kalau tidak kebebasan akan berubah menjadi anarki yang membawa bencana bagi bangsa itu sendiri.

Saat keadaan bangsa tak menentu seperti kita alami sekarang ini, sebenarnya yang sangat dibutuhkan adalah keteledanan dari tokoh masyarakat, pemipin bangsa dan pemuka agama. Justru keteladanan inilah yang tidak ada dan hilang pada saat ini. Tidak ada figur yang pantas diteladani, dicontoh sebagai panutan. Dalam menyikapi masalah krusial seperti sekarang seperti yang yang lagi hangat-hangatnya dibahas mengenai Papua dan Aceh, sebaiknya jangan ada dusta di antara kita, kalau memang bangsa ini mau bangkit seperti diharapkan. Sebab terjadinya konflik itu tak bisa dilepaskan dari kealpaan manusia sebagai umat beragama, tidak menjalankan kewajiban agamanya, tidak ada rasa kasih sayang terhadap sesama dan rapuhnya rasa solidaritas sesama anak bangsa.

Bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keadaan sekarang harus disikapi dengan kerangka berpikir global. Yaitu berpikir lintas dunia, yang dibicarakan bukan saja kepentingan lokal tetapi juga yang sedang diperjuangkan dunia. lni tidak bisa dipungkiri dalam pergaulan berbangsa dalam era global, sebab dunia sekarang sudah berubah, faham nasionalisme tidak cukup, karerna dunia meletakkan faham lain dan ideologi lain. Jadi ada kepentingan kemanusiaan (hut man interest) di samping kepentingan nasional. Susilo Bambang Yudhoyono dalam poidatonya pernah menilai, pada lintas bangsa, agama dan fiegara, faham keindonesiaan mudah dilakukakan asal selalu respek (hormat) terhadap nilai sendiri serta human interest dan world interest (yang diperjuangkan dunia). Dalam sebuah cita-cita negara yang ideal adalah perlu penekanan akan pentingnya makna sebuah toleransi yang tinggi membingkai komunitas masyarakat yang menampilkan wajah masyarakat tenteram, sejahtera dan kedekatan antara satu sama lain. Itu erat hubungannya dengan tujuan sebuah negara normal; yaitu masyarakat yang baik, ekonomi yang baik dan politik pemerintah yang baik.

Memang berbicara kewajiban umat beragama dalam porsi kehidupan berbangsa dan bernegara, bukanlah hal sulit, asal semua umat beragama mau berbuat, bukan sekedar diucapkan tapi lebih diujudkan dalam tindakan. Apabila nilai-nilai dan norma-norma agama benar-bemar diberlakukan pasti tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Namun, pada satu sisi, ketidak berdayaan umat beragama selama ini dan hal ini mestinya membuat kita semakin bijak untuk tidak terlalu mudah mengajukan ajaran agama sebagai lips service belaka.

Penyalahgunaan kuasa jabatan, senjata dan uang jauh lebih kuat dan lebih canggih daripada kekuatan dan kecanggihan agama sampai saat ini. Karena itu, untuk memahami setiap persoalan yang sebanarnya, dalam kasus kerusuhan seperti di Papau dan Aceh misalnya, perlu diadakan Crisis Centre Bersama (CCB), CCB inilah yang akan merekam data seakurat rnungkin dan berdasarkan data tersebut dibuat kebijakan berdasar yang tidak sembarangan. Dari hasil temuan CCB inilah dijadikan landasan untuk membentuk opini publik serta kebijakan bersama, sehingga semua pihak tidak dapat memelintir atau mendisinformasikan semaunya sendiri fakta di lapangan. Melalui cara seperti itulah diharapkan akan terungkap kebenaran. Konsekuensinya, siapa yang benar harus dibenarkan, siapa yang salah harus dihukum tanpa melihat apa latarbelakangnya.

Selasa, 11 Oktober 2011

PROGRAM BEASISWA PRESTASI DAN BEASISWA KASIH HKBP TANGERANG KOTA PERIODE 2011-2012

"Marilah kita menyatukan hati dan pikiran, tenaga dan dana dalam melakukan tri tugas panggilan gereja bersekutu, bersaksi dan melayani di tengah-tengah dunia ini sehingga kerajaan Tuhan semakin besar"

Menyongsong Jubeleum 150 tahun HKBP, dengan sub tema: “Dengan jubeleum 150 tahun HKBP, membangun jati diri sebagai gereja yang bersumber kepada Alkitab, beribadah dan MENCERDASKAN seluruh warganya, bersaksi dan melayani ditengah-tengah masyarakat, serta mandiri di bidang teknologi, daya dan dana". HKBP Tangerang kota  melalui Dewan Diakonia, melaksanakan program beasiswa pendidikan periode 2011-2012 dengan dua kategori yaitu beasiswa prestasi dan beasiswa kasih. Dimana setiap kategori masih dibagi dalam level SD, SMP dan SMA


Setelah dilaksanakan evaluasi dari setiap Wijk, ada 20 orang yang berhak memperoleh program pendidikan tersebut antara lain:
A. Kategori Beasiswa kasih terdapat 12 orang yaitu : Harjo Wahyu Harianja, Ivan Rojadi Siagian (level SD); Jevri Heriad Yono B, Debira Herlino Sianipar, Heppy Anno Rey P (level SMP), Dwi Christian Silitonga, Maeka Steffi Marpaung, Marcia Grecia R Siahaan, Rama Yohana Gultom, Martha Permata Limbong, Sri Maryati, Etti Nuryati Siahaan (level SMA).
B.Kategori Beasiswa prestasi terdapat 8 orang yaitu : Roland Fernando, Sylvia Arnetha, Jeremy WR Pasaribu, Sarah K Sihombing, Ronald Boy Sijabat, Feronica Felentina S (level SD); Jericho P Pasaribu (level SMP); Anton samuel Tambunan (Level SMA) Dana beasiswa diperoleh dari donatur dan persembahan khusus.

Adapun penyerahannya dilaksanakan pada saat ibadah kebaktian pagi jam 08.00 WIB, yang dipimpin oleh Pdt. Dr. MF. Ladestam Sinaga, MTh. Saat penyerahan didampingi oleh Ketua Dewan Diakonia St. Rospita Manurung, SPd dan Ketua seksi Pendidikan Cst. TP. Silitonga, SH.

Setelah selesai penyerahan dana Beasiswa prestasi dan Beasiswa Kasih kepada warga jemat, Pendeta Sinaga menekankan agar anak yang menerima baik kategori prestasi dan juga kasih, agar meningkatkan semangat belajar, sehingga menjadi generasi yang handal ditengah-tengah zaman teknologi. (Cst.Drs.Ir.Edison H Manurung, MM, IICD)

Rabu, 01 Juni 2011

PENERIMAAN MAHASISWA BARU STT HKBP PEMATANGSIANTAR

T.A 2011/2012.

PENGUMUMAN
No. : 0426/A.16/AK-STT/2011
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA HKBP Jl. Sangnawaluh No.: 6 Pematangsiantar, melaksanakan Penerimaan Mahasiswa Baru T.A. 2011/2012.
Pendaftaran dimulai tanggal 2 Mei – 27 Juni 2011.
Pelaksanaan Ujian Masuk tanggal 29 Juni – 2 Juli 2011.
A. Program Studi :
I. Sarjana Teologi (S.Th/S1).
a. Surat lamaran/permohonan kepada Ketua STT HKBP ditulis tangan di atas kertas segel
b. Ijazah SMU/sederajat (asli dan 4 lembar fotocopy dilegalisir)
c. Akte lahir catatan sipil (asli dan 4 lembar fotocopy dilegalisir)
d. Surat keanggotaan Gereja (berisi keterangan lahir, baptis dan sidi : 4 lbr).
e. Surat rekomendasi Pendeta Ressort dan Pucuk Pimpinan Gereja calon yang dikirim langsung oleh pemberi rekomendasi kepada Ketua STT HKBP (copy 4 lbr).
f. Pasfoto terbaru hitam putih 2×3, 3×4, 4×6 (@: 6 lbr).
g. Usia Maksimal 30 tahun.
h. Mata Pelajaran yang diuji :
- Psikotest.
- Pengetahuan Umum.
- Pengetahuan Isi Alkitab.
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Wawancara

II. Master of Divinity (M.Div).
a. Surat lamaran/permohonan kepada Ketua STT HKBP ditulis tangan di atas kertas segel
b. Ijazah S1 Non Teologi dan Transkrip nilai (asli dan 4 lembar fotocopy dilegalisir)
c. Akte lahir catatan sipil (asli dan 4 lembar fotocopy dilegalisir)
d. Surat keanggotaan Gereja (berisi keterangan lahir, baptis dan sidi : 4 lbr).
e. Surat rekomendasi Pucuk Pimpinan Gereja calon yang dikirim langsung oleh pemberi rekomendasi kepada Ketua STT HKBP (copy 4 lbr).
f. Pasfoto terbaru hitam putih 2×3, 3×4, 4×6 (@: 6 lbr).
g. Mata Pelajaran yang diuji :
- Psikotest.
- Pengetahuan Umum.
- Pengetahuan Isi Alkitab.
- Bahasa Indonesia.
- Bahasa Inggris.
- Essay (tulisan).
- Wawancara.

B. Bagi yang lulus Ujian wajib melengkapi berkas :
a. Surat catatan kepolisian.
b. Daftar riwayat hidup.
c. Pernyataan sanggup membiayai pendidikan yang disetujui oleh orangtua/wali.
d. Pernyataan sanggup mematuhi segala peraturan yang ditetapkan STT HKBP.
e. Test kesehatan (Ginjal, Paruparu, Jantung, HIV/AIDS, NAPZA) darai R.S HKBP Balige atau Rumah Sakit yang ditentukan STT HKBP.

C. Ketentuan lain.
a. Tinggi dan berat badan seimbang,
Pria : minimal 160 Cm, Wanita : minimal 150 Cm.
b. Peserta ujian tidak diijinkan tinggal/pemondokan di Rumah Dosen dan Pegawai.
c. Peserta ujian tidak disediakan asrama/penginapan pada saat menjelang dan selama ujian dilaksanakan.
d. Jumlah mahasiswa SI Theologia yang diterima sebanyak 80 orang.
e. Jumlah mahasiswa M.Div yang diterima minimal 15 orang.
f. Biaya Pendaftaran : Rp. 150.000,-
g. Biaya Ujian : Rp. 750.000,-
h. Uang Kuliah untuk setiap program diatur tersendiri.

D. Pasca Sarjana (S2/Magister Teologi dan S3/Doktor Teologi)
a. Pendaftaran dimulai tanggal 1 September – 5 Oktober 2011.
b. Ijazah S1/S2.
c. Sertifikat TOEFL S2:450, S3:500.
d. Rekomendasi Pimpinan Gereja.
e. Ujian masuk S2:
- Tulis/tatap muka, 6-8 Oktober 2011.
- Take home, 9 – 29 Oktober 2011.
f. Ujian masuk S3: Diatur tersendiri.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi :
1. STT HKBP, Jl. Sangnawaluh No. 6 P.Siantar. tlp. 0622. 7550593, fax. 0622.7551406.
2. Pendeta Ressort/Praeses tiap-tiap distrik.

Demikian diumumkan untuk dimaklumi.

Pematangsiantar, 25 Maret 2011
Menyetujui Sekolah Tinggi Theologia HKBP
Ephorus HKBP Ketua,

Pdt. Dr. Bonar Napitupulu Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing

Pancasila dan Perwujudan Penyelenggaraan Negara yang Bersih

Meskipun Mr. Moh. Yamin sudah mengemukakan pokok-pokok pikirannya secara tertulis tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka pada tanggal 29 Juni 1945, tetapi yang diakui sebagai Hari Lahir Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945. Ketika Bung Karno menyampaikan pidatonya pada hari terakhir rapat Badan Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Jumbi Cosakai) tentang hal yang serupa.

Perbedaan antara kedua konsep Pancasila dari kedua penggali itu hanya terletak pada istilah yang dipergunakan. Kalau Mr. Moh. Yamin pada mulanya menggunakan istilah:

1. Perikebangsan,
2. Perikemanusiaan,
3. Periketuhanan,
4. Perikerakyatan dan
5. Kesejahteraan rakyat.

BungKarno pada mulanya menggunakan istilah:

1. Kebangsaaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Baru kemudian setelah mengalami beberapa perubahan konsep Pancasila itu menjadi seperti sekarang, yakni:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusian Yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lepas dari perbedaan apapun dalam proses lahirnya Pancasila itu, yang penting bagi kita, bahwa tanggal 1 Juni merupakan hari yang amat penting sebagai salah satu tonggak sejarah berdirinya negara ini. Karena itu pada tempatnya kalau pada tanggal 1 Juni ini kita mencoba menghayati kembali pengertian dari Dasar Negara ini dalam kehidupan dan tugas kita masing-masing.

Sekadar untuk mengingatkan kita bersama, bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu selalu masih relevan. Terutama dalam kaitan dengan upaya perwujudan penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini mengandung pengertian, bahwa tanggungjawab utama dalam penyelenggaraan pemerintahan negara ditujukan kepada Allah swt atau Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, kegiatan penyelenggraan pemerintahan negara merupakan ibadah kalau itu dilakukan secara baik, dan menjadi perbuatan mungkar kalau dilakukan secara curang. Karena itu korupsi adalah perbuatan mungkar yang dilaknati Allah.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum dan dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan Negara. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan terhadap setiap orang karena perbedan warna kulit, bangsa, suku, agama, daerah asal, keturunan dan kekayaan.

3. Persatuan Indonesia
Adanya sikap, bahwa setiap jengkal tanah dalam wilayah Indonesia adalah "Tanah Airku". Setiap manusia Indonesia, di mana pun dia berada dan dalam keadaan apa pun dia, adalah "bangsaku, bangsa Indonesia".

Sejalan dengan itu, eksploitasi sumberdaya alam dan setiap tindakan lain yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara serta menimbulkan kemiskinan rakyat adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan/ perwakilan
Dalam kaitan dengan pemberantasan korupsi, prinsip ini berhubungan dengan akuntabilitas. Artinya, setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Mengamalkan Pancasila berarti selalu menyadari dan mengamalkan akuntabilitas pada setiap perbuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat rakyat Indonesia

Penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan ditujukan untuk mewujudkan kesamaan nasib dan kesetaraan diantara semua daerah dan suku bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Khusus dalam konteks pembangunan nasional, persatuan Indonesia ini diwujudkan dalam upaya pemerataan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya di seluruh Tanah Air. Tidak boleh hanya terjadi pemerataan kegiatan pembangunan, sementara hasil-hasilnya tidak merata. Kegiatan pembangunan berlangsung di semua daerah, hasilnya hanya dinikmati oleh satu dua daerah saja. Demikian juga tidak boleh terjadi pemerataan hasil-hasil pembangunan, sementara kegiatan pembangunan hanya terpusat di sesuatu daerah saja.

Singkatnya, dalam memperingati momen-momen penting lahirnya Pancasila, sewajarnyalah kita tetap menghayati kewajiban kita masing-masing untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Kewajiban itu tidak hanya terpikul di pundak para pemimpin atau pejabat saja, tetapi juga menjadi kewajiban setiap individu bangsa Indonesia pada tempat, tugas dan dalam posisi masing-masing. Baik sebagai petani, pegawai negeri sipil, polisi, ABRI, jaksa, pengusaha dan politisi. Baik dalam posisi sebagai pemilik modal, buruh, pejabat dan lain-lain. Mari kita wujudkan.

Jumat, 25 Februari 2011

Mazmur 6:2

Pagi itu beberapa siswa disuruh berdiri dilapangan sekolah dengan tangan menghormat bendera. Ternyata mereka tidak sedang mengikuti upacara bendera, namun sedang menjalankan hukuman atas keterlambatan mereka masuk jam sekolah Demikianlah hukuman yang diberikan bagi para siswa yang melanggar disiplin sekolah setiap harinya. Contoh diatas menggambarkan bahwa setiap kesalahan akan mendapat hukuman dan pengajaran. Hukuman sebagai pengajaran dan sekaligus mengintropeksi diri untuk sadar dan tidaklagi melakukan kesalahan.

Demikian juga denga penghukuman dari Tuhan, akan diberikan kepada siapa yang menyimpang dari jalanNya. Dan hukuman dan pengajaran yang dari Tuhan dalam nas ini, disadari pemazmur akan datang pada dirinya setelah dia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Pemazmur menyadari dengan sungguh-sungguh kesalahannya dan dengan kerendahan berseru kepada Tuhan agar jangan menghukum dengan murkaNya dan menghajarnya dalam kepanasan amarahNya. Pemazmur menyadari tiada yang sanggup menerima murka Tuhan dan lebih baik memohon pengampunan dan menyadari diri atas kesalahan, berbalik ke jalanNya.
Melalui nas ini kita diajari untuk mau mengintropeksi atas apa yang telah kita lakukan setiap harinya. Bila ada kesalahan dan dosa yang kita perbuat agar memohon pengampunan dosa kita. Tuhan masih memberikan waktu dan kesempatan kepada kita, perbuatlah apa yang baik dimata Tuhan. Jagan tunggu murka Tuhan!
Terkirim dari telepon Nokia saya

Rabu, 16 Februari 2011

Matahari Lontarkan Lidah Api Terbesar ke Bumi

Coronal Mass Ejection (CME) membutuhkan waktu 24 jam atau lebih untuk tiba di Bumi.
Rabu, 16 Februari 2011, 11:15 WIB (VIVA NEWS)
Muhammad Firman Cahaya aurora, efek yang terjadi saat angin dari badai Matahari menghantam medan magnet planet Bumi.

VIVAnews - Matahari melepaskan lidah api terbesar selama empat tahun terakhir. Letusan yang terjadi pada 14 Februari di belahan barat atau 15 Februari di kawasan timur Bumi tersebut melontarkan gelombang besar yang mengandung partikel gas bermuatan listrik ke ruang angkasa.

Badai Matahari itu juga memancarkan sinar radiasi yang akan menghantam Bumi. Kini awan raksasa yang mengandung partikel tersebut sedang mengarah ke arah planet kita.

Umumnya, Coronal Mass Ejection (CME), sebutan untuk fenomena tersebut, membutuhkan waktu 24 jam atau lebih untuk tiba di Bumi. Efeknya, radiasi itu memicu munculnya aurora borealis, atau Cahaya Utara di garis lintang atas dan kadang muncul hingga di kawasan utara Amerika Serikat.

Dari pengamatan, letusan dahsyat tersebut tercatat mencapai Class X2.2 dalam skala lidah api Matahari. Ia merupakan lidah api kelas X pertama yang hadir di aktivitas siklus Matahari yang dimulai pada tahun lalu.

Sebagai informasi, kini Matahari sedang menuju ke solar maximum atau titik di mana aktivitas di permukaan matahari sedang mencapai puncaknya, yang diperkirakan akan terjadi pada 2013 mendatang.

“Lidah api itu merupakan yang terbesar sejak 6 Desember 2006,” kata Phil Chamberlin, Deputy Project Scientist, Solar Dynamics Observatory NASA, seperti dikutip dari Space, 16 Februari 2011. “Sebelumnya muncul petunjuk bahwa akan ada peluang munculnya lidah api yang sedang sampai besar (kelas M atau lebih), namun kami terkejut saat mengetahui bahwa lidah api yang dilontarkan merupakan kelas X yang lebih besar,” ucapnya.

Lidah api kelas X merupakan tipe lidah api yang paling kuat yang bisa dilontarkan Matahari. Ada dua kategori lain di bawahnya yakni kelas M yang memiliki kekuatan medium namun cukup bertenaga, dan kelas C yang merupakan lontaran radiasi yang paling lemah.

Lontaran lidah api sebesar itu akan memancarkan sinar X, radiasi ultraviolet dosis tinggi serta menghembuskan angin Matahari ke arah Bumi.

Setibanya di Bumi, elektron dan proton dari angin Matahari akan bersinggungan dengan medan magnet dan mengarahkannya ke kutub magnetik planet ini. Gangguan tersebut dapat menghadirkan badai geomagnetik di medan magnet planet Bumi.

“Badai geomagnetik berpotensi terjadi setelah 36 hingga 48 jam setelah CME tiba di Bumi,” ucap Chamberlin.

Senin, 24 Januari 2011

Jangan Menyerah ...Berpengharapanlah!!

Roma 5: 1-5

Apa itu pengharapan. Pengharapan adalah bayang-bayangan (visi) akan terjadinya perubahan nyata yang lebih baik. Ada banyak orang yang putus asa dan tidak punya pengharapan karena tidak berharga di mata orang, gagal dalam merencanakan sesuatu dan kehilangan arah dalam hidupnya. Jadi kesimpulannya orang yang putus asa selalu tidak berpengharapan tentang dirinya, kondisinya, orang disekitarnya dan seringkali juga tentang Allahnya. Orang putus asa selalu tertekan, menyendiri dan tidak kuat menghadapi perjalanan hidupnya (lemah). orang Kristen seharusnya adalah orang yang berpengharapan, tidak mudah putus asa karena memiliki dasar untuk berpengharapan, apakah dasar pengharapan orang Kristen?

1. Telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Dosa menyebabkan manusia kehilangan makna dan tujuan hidup! Tetapi keselamatan dalam Yesus memberi makna dan tujuan hidup bagi manusia.
2. Dibentuk oleh Tuhan Yesus. Bagi orang putus asa, masalah adalah perkara yang ‘negatif’. Bagi orang Kristen, masalah adalah salah satu dari ‘cara’ ALLAH membentuk (ada rencana indah).
3. Disertai oleh Tuhan. Orang yang putus asa selalu merasa sendirian. Tetapi orang Kristen tidak pernah sendirian karena Roh Kudus menyertai dan tinggal dalam hidupnya.

Perlu disadari apa yang kita alami dalam dunia ini tidak ada yang kebetulan, sebab kebetulan adalah sesuatu urutan peristiwa yang meskipun terjadi tanpa disengaja, tetapi seperti sudah direncanakan dan diatur. Untuk itu pasti ada yang mengatur dan yang mengatur adalah Tuhan Yesus Kristus. Amin

Jumat, 14 Januari 2011

KESENGSARAAN MENIMBULKAN KETEKUNAN

Seorang pemuda Kristiani yang sedang mengalami pergumulan besar dalam hidupnya menemui seorang jemaat yang lebih tua dan bertanya, “Bersediakah Anda berdoa supaya saya lebih sabar?” Lalu mereka pun berlutut bersama, dan jemaat yang lebih tua itu mulai berdoa, “Tuhan, kirimkan kesulitan kepada anak muda ini di pagi hari; kirimkan padanya kesulitan di siang hari; kirimkan padanya ....” Sampai di sini, pemuda itu memotong, “Bukan kesulitan"! Saya meminta kesabaran”. “Saya tahu,” jawab orang kristiani yang bijaksana itu, “tetapi melalui kesulitanlah kita belajar untuk bersabar”.

Kata ketekunan dapat berarti kemampuan untuk tetap tegar di dalam tekanan kesulitan tanpa menyerah. dalam Alkitab dikatakan: “Hanya orang percaya yang telah menghadapi penderitaanlah yang mampu membangun ketegaran. Dan pada akhirnya juga membangun karakternya”.

Ketika Rasul paulus mengajar jemaat di Roma bahwa “kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan“, ia berbicara berdasarkan pengalaman pribadinya. Ia telah menderita karena dipukul, dicambuk, dirajam, kapal karam, dan penganiayaan. Namun, ia tetap tegar dalam imannya dan tidak mundur dari tanggung jawabnya untuk mengabarkan Injil.

Jika saat ini anda sedang menghadapi ujian berat, muliakanlah Allah! Dibawah kendali-Nya yang penuh hikmat, maka segala sesuatu yang terjadi pada kita, entah menyenangkan atau menyakitkan, dirancang untuk membangun karakter yang serupa dengan Kristus. Oleh sebab itu, kita dapat bermegah dalam penderitaan.

Kamis, 13 Januari 2011

Lowongan Staf Diklat di YAKOMA-PGI

January 12, 2011 by aditya

Lowongan Staf Diklat di YAKOMA-PGI:

- Pria
- Usia di bawah 45 tahun
- Pendidikan minimal S1 (dari semua bidang studi)
- Mampu melakukan Training Need Assessment
- Memiliki ketrampilan dalam menyusun Modul Pelatihan
- Mampu menyusun Kerangka Acuan, Anggaran dan Laporan Pelatihan
- Mampu mengorganisir dan memfasilitasi pelatihan

Bagi yang berminat, Silakan kirimkan lamaran lengkap plus contoh Kerangka Acuan yang pernah dibuat ke alamat berikut:

Pengurus Yakoma PGI
Jl. Cempaka Putih Timur XI No. 26
Jakarta Pusat 10510
tlp: 021-4205623
e-mail: yakoma@cbn.net.id

Ditunggu selambat-lambatnya 31 Januari 2011 (stempel pos)

Senin, 10 Januari 2011

Faktor Pribadi, Keluarga, dan Lingkungan Sosial Sebagai Penyebab Timbulnya Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotik

Bila kita berhadapan dengan seorang remaja yang dinilai atau dicap nakal, antara lain karena perbuatan-perbuatan yang sudah tidak bisa ditoleransi, baik oleh keluarga maupun lingkungannya, dan kemudian terjerumus dalam perilaku yang tidak baik seperti penyalahgunaan narkotik, maka kita dirangsang untuk mengetahui penyebabnya lebih lanjut. Entah perbuatan-perbuatannya itu sebagai reaksi ataukah sebagai akibat, yang pasti ialah bahwa perbuatannya itu ada penyebabnya. Jadi keduanya, yakni perbuatan sebagai reaksi dan sebagai akibat, menunjukkan ada faktor yang mendasari munculnya suatu perilaku tertentu, yakni ada sumbernya. Untuk mengubah suatu perilaku, termasuk perilaku yang tidak dikehendaki, seperti kenakalan dan penyalahgunaan narkotik, perlu pemahaman akan sumber dan penyebabnya. Sumber dan penyebab timbulnya perilaku nakal dan penyalahgunaan narkotik dikelompokkan sebagai berikut.

I. Faktor Pribadi
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi.

1. Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.
Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini:
1. Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."
2. Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
3. Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
4. Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang.

2. Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.

3. Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.

Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah -- yang mengamati anak sekian jam setiap hari --, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.

II. Faktor Keluarga

Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.

Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak.

Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong nakal.

Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara suami dan istri.

III. Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya

Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni makanan.

Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja.

Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.

Rangkuman: Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.

1. Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.

2. Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
1. Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.
2. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
3. Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
4. Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
5. Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.

3. Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.
4. Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.

Bila kita berhadapan dengan seorang remaja yang dinilai atau dicap nakal, antara lain karena perbuatan-perbuatan yang sudah tidak bisa ditoleransi, baik oleh keluarga maupun lingkungannya, dan kemudian terjerumus dalam perilaku yang tidak baik seperti penyalahgunaan narkotik, maka kita dirangsang untuk mengetahui penyebabnya lebih lanjut. Entah perbuatan-perbuatannya itu sebagai reaksi ataukah sebagai akibat, yang pasti ialah bahwa perbuatannya itu ada penyebabnya. Jadi keduanya, yakni perbuatan sebagai reaksi dan sebagai akibat, menunjukkan ada faktor yang mendasari munculnya suatu perilaku tertentu, yakni ada sumbernya. Untuk mengubah suatu perilaku, termasuk perilaku yang tidak dikehendaki, seperti kenakalan dan penyalahgunaan narkotik, perlu pemahaman akan sumber dan penyebabnya. Sumber dan penyebab timbulnya perilaku nakal dan penyalahgunaan narkotik dikelompokkan sebagai berikut.

I. Faktor Pribadi

Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi.

1. Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.

Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
1. Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."
2. Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
3. Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
4. Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang.

2.Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.
3. Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.

Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah -- yang mengamati anak sekian jam setiap hari --, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.

II. Faktor Keluarga

Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.

Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak.

Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong nakal.

Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara suami dan istri.

III. Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya

Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni makanan.

Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja.

Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.

Rangkuman: Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.
1. Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.
2. Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
1. Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.
2. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
3. Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
4. Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
5. Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.

3. Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.
4. Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.

Sumber:
Judul Buku:
Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga
Pengarang : Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dan Dra. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa
Penerbit : PT. BPK Gunung Mulia
Kota : Jakarta
Tahun : 1995