Senin, 31 Agustus 2009

Ayat Harian

Renungan Senin, 31 Agustus 2009

Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang,
dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN,
sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu
(Jeremia 29:7)

Tentunya, kehidupan di tanah pembuangan sangatlah tidak menyenangkan dan penuh dengan penderitaan. Kecemasan, perasaan takut, rasa benci dan ingin merdeka terbungkus erat dalam hati sanubari. Justru pola pikir yang positif disampaikan Nabi Yeremia bahwa penderitaan tidak menjadi penghalang untuk berbuat dan berkarya dengan baik, dengan doa dan penyerahan diri maka penderitaan akan berganti dengan kebahagiaan.
Tak ayalnya dengan kondisi bangsa kita tampaknya jauh dari membanggakan. Korupsi, pertikaian antara kelompok satu dengan kelompok lain, belum lagi bencana alam yang seolah-olah tidak ada habisnya. Namun, betapa pun “buruknya” negeri kita, yang pasti Tuhan telah menetapkan kita lahir sebagai bangsa Indonesia.

Bangsa Israel pada masa Yeremia juga menghadapi masa sulit. Mereka hidup di negeri asing. Melalui Yeremia, Tuhan berbicara bahwa mereka berada di negeri Babel adalah bagian dari rencana Tuhan. Karena itu, baiklah mereka tetap mengusahakan dan berdoa bagi kesejahteraan kota tempat mereka dibuang (Yeremia 29:7). Tuhan punya rencana yang indah, bahkan di tengah kemelut politik dan ekonomi yang begitu menekan. Tuhan tidak ingin orang Israel berpangku tangan, meratapi nasib mereka. Tuhan ingin mereka bekerja dan menjadi berkat di Babel.

Demikian juga dengan kita. Ada alasan mengapa Tuhan menempatkan kita di Indonesia. Tuhan tidak ingin kita hanya mengeluh dan mengkritik, tetapi tak bekerja bagi kesejahteraan bangsa kita. Yeremia 29:11 mengatakan bahwa rencana Tuhan adalah rencana damai sejahtera. Tuhan menempatkan kita di Indonesia untuk membawa damai sejahtera bagi bangsa ini.

Tuhan mengutus Yeremia ke Babel karena Tuhan punya misi khusus bagi Yeremia. Kita pun demikian. Kita tak bisa memilih kapan dan di mana kita dilahirkan, tetapi kita bisa memilih bagaimana akan bersikap. Akankah kita terus mengeluh, atau bangkit dan bekerja sama dengan Tuhan mewujudkan rencana damai sejahtera bagi Indonesia? Pilihan di tangan Anda.

Jumat, 28 Agustus 2009

Berita

HENDAKLAH KAMU MURAH HATI

Judul diatas merupakan cerminan dari seorang Pendeta yang tertuang dalam pelayanannya di tempat yang beragam. Seperti Tema Rapat Pendeta HKBP 2009: HENDAKLAH KAMU MURAH HATI, SAMA SEPERTI BAPAMU ADALAH MURAH HATI (Lukas 6:36) dan Sub Tema: Pendeta HKBP terpanggil meningkatkan kebersamaan terhadap sesama Partohonan dan memberdayakan anggota jemaat menjadi berkat di tengah gereja, masyarakat dan bangsa pada era global. Tema dan Sub Tema ini mengajak seluruh Pendeta untuk tetap bermurah hati terutama dalam menjalani tahun Diakonia 2009. Penyeragaman aras pelayanan secara holistik tidak akan mungkin tercapai apabila kebersamaan terhadap sesama partohonan tidak terwujud, demikian juga dalam memberdayakan jemaat tidak akan tercapai apabila kemurahan hati dari seorang pelayan tidak tercermin dalam kehidupannya.

Rapat Pendeta HKBP 2009 sebagaimana dirumuskan dalam dalam Aturan Peraturan HKBP 2002 pasal 27 ayat 5 bertugas untuk: 1) Membicarakan dan merumuskan ajaran, teologi, konfessi dan peraturan pengembalaan dan siasat gereja HKBP; 2) Menumbuhkembangkan persaudaraan di antara semua Pendeta HKBP; 3) Membicarakan dan mengupayakan peningkatan kehidupan para Pendeta sesuai dengan firman Tuhan; 4)Memilih Ketua Rapat Pendeta HKBP; 5) Membicarakan dan menerima kembali Pendeta HKBP yang dikenai sanksi peraturan pengembalaan dan siasat gereja HKBP. Sesuai dengan tugas tersebut maka Rapat pendeta HKBP 2009 membicarakandan membahas tentang a) Penyeragaman Tekhnis Pelayanan HKBP; b)Pelayanan Holistik dan Transformatif dalam rangka perwujudan Misi dan Visi HKBP; c) Teologi Persembahan; d) Pemahaman HKBP tentang perkawinan; e) Pemahaman HKBP tentang Sakramen. Rapat Pendeta ini berlangsung dari tanggal 3 s/d 7 Agustus 2009 bertempat di Seminarium Sipoholon HKBP.

Di awal pembukaan Rapat Pendeta HKBP 2009, Ketua Umum Panitia Rapat Pendeta HKBP 2009 (Pdt. Ramlan Hutahaean, MTh) melaporkan bahwa Proses pelaksanaan Rapat Pendeta HKBP tahun 2009 ini diemban oleh Panitia yang dibentuk oleh Ephorus HKBP dan Ketua Rapat Pendeta HKBP sebagaimana termaktub dalam Surat Keputusan Nomor 139/L08/II/2009 tertanggal 18 Pebruari 2009. Rapat Pendeta HKBP 2009 ini berlangsung dalam bingkai agenda pelayanan hatopan HKBP tahun 2009 yaitu program Tahun Diakonia HKBP. Rangkaian program hatopan HKBP dalam lima tahun terakhir dimaknai sebagai bagian integral dari upaya mengembalikan dan mengembangkan jati diri HKBP menyongsong Jubileum 150 Tahun HKBP pada tahun 2011. Upaya memperlengkapi peserta, akan dibantu oleh narasumber yang mencerminkan representasi potensi sumber daya pelayan dan warga jemaat. Dari kalangan warga jemaat adalah Bapak Dr. R.E. Nainggolan dan Bapak Donal Sihombing. Pendeta terdiri dari yang telah pensiun, Bapak Pdt M.H. Sihite, STh, Pendeta yang melayani sebagai Praeses, Dosen Sekolah Tinggi Teologi HKBP, Dosen Universitas HKBP Nommensen, Dosen Sekolah Bibelvrow, Pendeta Ressort dan Pendeta Jemaat. Dari antara narasumber terdapat dua orang doktor teologi yang baru menyelesaikan studi yaitu Pdt Dr. Martongo Sitinjak dan Pdt Dr. Apeliften Sihombing. Panitia mengharapkan alur proses Rapat Pendeta HKBP 2009 dapat mewujudkan tugas rapat Pendeta HKBP sebagaimana tercantum dalam Aturan dan Peraturan HKBP. Kiranya, rangkaian proses Rapat Pendeta HKBP 2009 dapat semakin merekatkan komitmen pelayanan, semakin memantapkan persaudaraan dan kebersamaan mengemban tugas Pendeta sebagai pelayan yang murah hati.

Sementara itu, Ketua Rapat Pedenta Pdt Dr Jamilin Sirait dalam laporannya menyampaikan tugas-tugas yang diemban oleh Ketua Rapat Pendeta HKBP (8 butir) sesuai dengan Aturan Peraturan HKBP. Lebih lanjut, KRP menerangkan bahwa titik temu antara Tema dan Sub Tema nampak dari buah pelayanan pelayan yang bersumber dari kasih karunia Tuhan yang telah memanggil jemaatNya dalam persekutuan orang-orang kudus. Tuhan terlebih dahulu telah mengasihi kita dengan kemurahan hatiNya sehingga kita juga menjadi murah hati. Rapat Pendeta HKBP 2009 merupakan Rapat Pendeta terakhir memasuki Jubelium 150 tahun HKBP tahun 2011 dan pada kesempatan ini KRP memperkenalkan 262 orang pendeta yang menerima tahbisan mulai tahun 2006 sampai tahun 2009.

Puncak dari Rapat Pendeta adalah memilih Ketua Rapat Pendeta periode HKBP 2009 s/d 2013. Sesuai dengan hasil pemilihan yang diadakan pada hari kamis, 06 Agustus 2009, maka yang menjadi Ketua Rapat Pendeta HKBP periode 2009 s/d 2013 adalah Pdt WTP Simarmata MA. Jumat, 07 Agustus 2009, KRP yang baru dilantik oleh Ompu i Ephorus HKBP. Dalam sambutannya Pdt. WTP. Simarmata, MA memaparkan bahwa Rapat Pendeta HKBP 2009 berhasil memutuskan berbagai keputusan penting untuk masa depan HKBP, masa depan para Pendeta, para Pelayan dan seluruh warga jemaat. Tema dan Sub Tema dapat menjadi gadah dan tongkat untuk meraih dan menggapai kebersamaa para pendeta HKBP dalam pelayanan yang tercermin dalam kemurahan hati. Lebih lanjut KRP memaparkan bahwa harapan yang akan dicapai adalah 1) Menggali dan mengembangkan teologi dan ajaran HKBP secara Alkitabiah dan eklesiologi yang aktual dan relevan di era globalisasi dan informasi sebagai bahagian apa yang disampaikan Ephorus HKBP yakni kembali kepada jati diri HKBP. 2) Membangun integritas dan kompentensi Pdt HKBP yaitu sebagai gembala dan agen perubahan yang senantiasa siap dan tanpa rasa takut bekerjasama dengan seluruh lapisan sosial guna mengatasi berbagai persoalan yang menghambat pelayanan kita selama ini. 3) Harapan kita bersama untuk merajuk persaudaraan kasih sebagai sesama pendeta yang perduli dan sensitif terhadap pergumulan sesama pendeta menyangkut kesejahteraan disaat penyakit dialami termasuk menyangkut moralitas dan peningkatan jenjang karir dan mutasi. Terimakasih atas kepercayaannya buat KRP 2009-2013. Tuhan memebrkati.

Dalam pesan Pastoralnya, Ompu i Ephorus mengajak semua pelayan dan jemaat agar tetap mengucapkan puji syukur kepada Tuhan dari lubuk hati yang paling dalam buat semua kasih karunia Tuhan dan kemurahannNya kepada HKBP. Apabila kasih Allah dibandingkan dengan perbuatan kita terhadapNya, sudah selayaknya kasih karunia itu meninggalkan kita. Namun karena HKBP adalah tubuh Kristus, maka kemurahan dan kasih karunia itu masih tetap menyertai HKBP dan itu yang perlu untuk disyukuri. Di Rapat Pendeta ini kita diajak untuk mengintrospeksi tentang kehidupan pelayanan kita selama kita terpanggil. Banyak hal yang kita perbuat yang belum sesuai dengan tugas dan tanggunjawab yang dikehendak Tuhan, tetapi Dia masih memakai kita sebagai hambaNya dan anakNya. Melalaui Rapat Pendeta HKBP 2009 ini, kita diajak untuk selalu hidup dalam kemurahan hati dan kesungguhan kita untuk melayani jemaat yang telah disampaikan kepada kita. Kita juga perlu untuk tetap merenungkan apa yang sudah kita perbuat dan lakukan sebagai seorang pendeta. Di dalam rapat pendeta ini kita juga diajak untuk menunjukkan kasih dan kelembutan dan hendaknya disaat kita kembali dari rapat ini, kasih dan kelembutan tetap kita bawa ke tempat pelayanan kita yang dapat dikatakan holistik. Selalu saya tekankan, agar kita kembali ke jati diri HKBP. Ada satu hal yang tidak kita pahami tentang jati diri HKBP yakni tentang pendeta. Yang membedakan tohonan pendeta dengan tohonan yang ada di HKBP tohonan pendeta menyampaikan doa berkat sebagai kristus. Lebih lanjut Ompu i Ephorus menerangkan dalam bahasa Batak bahwa Manang aha pe na taula, manang didia pe hita mangula singkat ni kristus do hita. Manang aha pe jabatan jala ulaonna, i ma marhitehite naparjolo mangulahon ulaoanna. Rom 12:2. Songon dia hita di tohonanta jala songon dia di jabatanta unang torbang. Tonagku unang torbang......, mangula hita dibagasan hasadaon songon singkat ni kristus. (red/Arth)

Kamis, 27 Agustus 2009

Opini

KERENDAHAN HATI
Pendahuluan
Mungkin anda sudah pernah mendengar … ini cerita tentang keledai yang ditunggangi oleh Yesus sewaktu Dia di-elu-elukan di Yerusalem. Kita semua mengetahui bahwa pada saat itu orang-orang memuja dan meninggikan Yesus, mereka menghamparkan pakaian mereka di jalan dan menyambut Yesus dengan daun-daun Palma. Tapi si keledai berpikir bahwa pujian itu ditujukan kepadanya. Kepalanya ditegakkan, dan dengan senyum ‘cengar-cengir’-nya dia seolah berkata, “Lihatlah kepadaku, si keledai ayu!” Begitulah kira-kira jika kita tidak rendah hati: kita menganggap diri layak untuk mendapat pujian, padahal pujian itu sesungguhnya adalah milik Allah.
Kerendahan hati adalah dasar Spiritualitas Kristiani
Kerendahan hati adalah salah satu dari nilai-nilai dasar Spiritualitas Kristiani. kerendahan hati adalah jalan yang pasti membawa seseorang kepada Tuhan. Pertama-tama, kerendahan hati, kemudian, kerendahan hati, dan yang terakhir, kerendahan hati; untuk menekankan pentingnya kerendahan hati untuk mencapai kesempurnaan rohani. Dalam spiritualitas, kesempurnaan berarti kekudusan, sehingga untuk menjadi kudus, kita harus pertama-tama menjadi orang yang rendah hati. Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan yang lain, sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat sungguh-sungguh memiliki kebajikan-kebajikan yang lain. Kerendahan hati juga disebut sebagai ‘ibu’ dari semua kebajikan, sebab ia melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran, kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai.
Kerendahan hati dan kekudusan adalah yang dikehendaki Allah bagi kita
Tuhan Yesus menghendaki agar kita belajar daripadaNya kelemahlembutan dan kerendahan hati (Mat 11:29). Ia juga mengajarkan pada kita untuk mengejar kesempurnaan, yaitu kekudusan (Im 19:2; Mat 5:48). Kekudusan dimaksudkan untuk semua orang, tidak saja untuk para religius; dan untuk mencapai kesempurnaannya, kita harus memulai dari langkah pertama, yaitu kerendahan hati.
Kerendahan hati adalah lawan dari kesombongan yang menjadi dosa pertama dari manusia per tama. Kesombongan adalah sikap ‘menolak’ karunia Allah, seperti kita lihat pada kisah Adam dan Hawa (Kej 2:8-3:14), sedangkan kerendahan hati adalah sikap yang diperlukan untuk menerima karunia Allah. Alkitab berkata, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihi orang yang rendah hati” (1 Pet 5:5). Kerendahan hati ini begitu penting bagi Allah, sehingga menempati urutan pertama dari Delapan Sabda Bahagia: Berbahagialah orang-orang yang miskin hatinya, karena merekalah yang memiliki Kerajaan Surga (Mat 5:3). Mereka yang rendah hati, yang dimurnikan dan diterangi Roh Kudus, adalah orang-orang yang siap untuk menerima karunia-karunia Roh Kudus untuk maksud perutusan.
Apa itu kerendahan hati?
Kerendahan hati atau ‘humility‘ berasal dari kata ‘humus‘ (Latin), artinya tanah/ bumi. Jadi, kerendahan hati maksudnya adalah menempatkan diri ‘membumi’ ke tanah. Secara khusus pada Rabu Abu, Gereja mengingatkan kita akan hal ini: “Ingatlah bahwa kamu adalah debu, dan kamu akan kembali menjadi debu” (Kej 3:19). Betapa dalamnya makna perkataan ini, dan jika kita renungkan, kita akan semakin mengenal diri kita yang sesungguhnya.
1. Kerendahan hati= nilai yang diperoleh dari penghormatan kepada Tuhan
Dalam kehidupan rohani Kristiani, kerendahan hati diartikan sebagai ‘nilai yang diperoleh dari penghormatan yang dalam kepada Tuhan.’ Hal ini melibatkan pengenalan akan ‘tempat’ kita yang sebenarnya dalam hubungan dengan Allah sebagai Pencipta dan dengan ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain, dan sikap ini menentukan perbuatan kita. Kerendahan hati juga mengantar kita untuk mengakui bahwa kita dan segala ciptaan di dunia ini bukan apa-apa di hadapan Tuhan, dan kerendahan hati mengarahkan kita untuk hidup sesuai dengan pemahaman ini.
Jadi, kerendahan hati membantu kita untuk melihat segalanya dengan kaca mata Tuhan: kita melihat diri kita yang sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada pada kita, namun juga tidak mengingkari bahwa segalanya itu adalah pemberian Tuhan. Dalam hal ini kerendahan hati berhubungan dengan kebenaran dan keadilan, yang membuat kita mengasihi kebenaran lebih daripada kita mengasihi diri sendiri. Kebenaran ini memberikan kepada kita pengetahuan akan diri sendiri, dengan kesadaran bahwa segala yang baik yang ada pada kita adalah karunia Tuhan, dan sudah selayaknya sesuai dengan keadilan, kita mempergunakan karunia itu untuk kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17). Dengan perkataan lain, kebenaran membuat kita mengenali karunia-karunia Tuhan, dan keadilan mengarahkan kita untuk memuliakan Tuhan, Sang Pemberi.
2. Kerendahan hati= hasil dari pengenalan akan diri sendiri dan akan Tuhan.
Dasar dari kerendahan hati adalah pengenalan akan diri sendiri dan Tuhan. Pengenalan akan diri sendiri bermula pada kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari Allah dan milik Allah, sedangkan segala yang jahat pada kita timbul dari kita sendiri. Pengenalan yang benar tentang Tuhan menghantar pada pengakuan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambaran-Nya, dan bahwa manusia diciptakan untuk mengasihi, sebab Allah yang menciptakannya adalah Kasih. Dalam kasih ini, Allah menginginkan persatuan dengan setiap manusia, sehingga Ia mengirimkan Putera-Nya yang Tunggal untuk menghapuskan penghalang persatuan ini, yaitu dosa.
Kesadaran akan hal ini membawa kita pada kebenaran: yaitu bahwa kita ini bukan apa-apa, dan Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini pendosa, tetapi sangat dikasihi oleh-Nya. Keseimbangan antara kesadaran akan dosa kita dan kesadaran akan kasih Allah ini membawa kita pada pemahaman akan diri kita yang sesungguhnya. Kesadaran ini menghasilkan kerendahan hati.
3. Kerendahan hati= ketergantungan terhadap Tuhan.
Kerendahan hati membuat kita selalu menyadari kelemahan kita dan bergantung kepada rahmat Tuhan. Hal ini juga dapat diterapkan dalam hal iman, sehingga iman berarti kerendahan hati secara rohani yang melibatkan akal budi, sehingga seseorang dapat menerima kesaksian Tuhan tentang Diri-Nya, tentang manusia, dan semua realitas kehidupan, daripada memegang pendapat sendiri. Jadi, kerendahan hati adalah sikap hati untuk tunduk kepada Tuhan. kerendahan hati adalah penyerahan diri kepada Tuhan sehingga kita berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan (bukan diri kita sendiri) di dalam segala perbuatan kita.
Kerendahan hati menghantarkan kita kepada kesempurnaan kasih dan kekudusan
Untuk mencapai kekudusan, atau ‘kesempurnaan kasih’, kita harus menggunakan kemampuan kita sebagai karunia dari Kristus. Kita harus meniru teladan-Nya dan mencari kehendak Tuhan dalam segala sesuatu. Semua sikap ini adalah bentuk kerendahan hati! Sebab segala pertentangan/ konflik antar manusia selalu melibatkan kesombongan di kedua belah pihak.
Jadi agar dapat mengasihi, kita harus rendah hati di dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan. Berikut ini adalah pengajaran yang merupakan perjuangan bagi kita semua: Pertama, kerendahan hati di dalam pikiran adalah kita tidak boleh cemburu atau iri, jika orang lain dipuji, kita harus melihat kebaikan dalam diri orang lain, dan kita harus bergembira atas kebaikan dan kesuksesan orang lain. Kita ingat akan pengajaran Rasul Paulus,”… dengan rendah hati, anggaplah orang lain lebih utama dari diri kita” (Fil 2:3). Kita harus selalu menyadari bahwa kita hanya semata-mata alat di tangan Tuhan, dan selayaknya segala pujian ditujukan kepada-Nya.
Kedua, kita tidak boleh bicara yang buruk tentang siapapun dan bicara yang baik-baik tentang diri sendiri, atau lebih tepatnya, sebaiknya kita membatasi pembicaraan tentang diri kita sendiri supaya kita tidak jatuh dalam perangkap kesombongan. Jika ada orang berbuat salah, kita tidak boleh menghakimi, atau memaki, tetapi lebih baik kita berdoa untuk pertobatannya. Ada baiknya kita menyadari, jika kita berada persis di dalam situasi mereka, bisa jadi kita berbuat lebih buruk daripada mereka. Kita harus berjuang supaya tidak marah pada mereka yang menentang kita, tetapi menerima koreksi dengan lapang hati, demi pertumbuhan rohani kita.
Ketiga, di dalam perbuatan kita harus mau mengambil tempat yang rendah/tidak utama, dan tidak menginginkan untuk diperlakukan istimewa. Dalam segala sesuatu kita tidak mencari pujian, tetapi mencari bagaimana agar dapat melakukan sesuatu yang berguna, untuk kebaikan. Kita juga harus siap meminta maaf, untuk segala kesalahan yang kita lakukan, baik terhadap Tuhan dan orang lain, dan rajin untuk mengucap syukur untuk segala karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Sikap seperti ini adalah sikap seorang pelayan, oleh karena itu, kerendahan hati menjadi dasar dari pelayanan Kristiani.
Apa langkah awal kerendahan hati?
Langkah pertama kerendahan hati adalah pemeriksaan batin yang baik. Jika kita rajin melakukannya setiap hari, latihan ini akan membimbing kita mencapai pengenalan diri sendiri, dan terutama, mengenal kesombongan diri kita. Meditasi juga merupakan alat untuk mencapai pengenalan diri sendiri. Dengan merenungkan kematian kita, penghakiman terakhir, neraka, surga, dan kehidupan Yesus Penebus kita, kita akan sampai pada kesadaran akan siapa diri kita di hadapan Allah. “Renungkanlah betapa besar kasih yang Tuhan sudah berikan kepadamu, dan berapa banyak dosa yang sudah engkau perbuat melawan Dia. Dan saat engkau menghitung dosamu, hitunglah juga belas kasihan-Nya!”
Melalui pertobatan yang terus menerus dan latihan-latihan rohani seperti ini, kita mengembangkan di dalam hati kita rasa benci akan kesombongan kita. Bersyukurlah, kita dapat selalu kembali kepada Tuhan melalui Sakramen Pengakuan Dosa. Melalui bimbingan seorang pembimbing rohani dan melalui Pengakuan dosa secara umum dan menyeluruh, yang diikuti oleh Pengakuan dosa yang teratur, meditasi yang diikuti oleh niat yang teguh untuk memperbaiki diri, maka kita, dengan bantuan rahmat Tuhan, dapat mencabut akar kesombongan, cinta diri, dosa-dosa kita dan kesenangan akan berbuat dosa. Tindakan kerendahan hati ini dapat menjadi semacam kesaksian dari keinginan kita untuk berbuat lebih baik.
Waspadalah terhadap kerendahan hati yang ‘palsu’ (‘false humility’)
Kita diingatkan agar jangan mempunyai sikap kerendahan hati yang ‘palsu’. Misalnya, dengan mengatakan bahwa kita lemah dan tidak bisa apa-apa, tetapi begitu orang lain memperlakukan kita sesuai dengan apa yang kita katakan itu, lalu kita menjadi kecewa. Atau, kita merendah supaya kemudian dipuji orang. Ini adalah kerendahan hati yang palsu. Kerendahan hati yang sesungguhnya tidak mengatakan tentang diri sendiri bahwa ’saya ini rendah hati’ (yang berhak mengatakan demikian hanya Tuhan). Kerendahan hati yang sesungguhnya berkaitan dengan menyembunyikan diri dalam artian tidak menonjolkan diri untuk dipuji, dan menyatakan kebajikan hanya untuk maksud mengasihi.
Kita tidak menggunakan alasan ‘tidak layak’ atau ‘aku masih berdosa’, sehingga kita tidak mau berdoa, atau tidak mau membagikan talenta untuk melayani Gereja, atau tidak mau melayani sesama. Menurutnya, ini tindakan tidak baik (’evil‘) karena menyembunyikan cinta diri di balik kedok kerendahan hati.
Yesus teladan kerendahan hati yang sempurna
Tuhan telah memberikan pada kita contoh yang sempurna dalam hal kerendahan hati, yaitu Yesus Kristus, PuteraNya. Kerendahan hatiNya tercermin dalam dua hal utama: Pertama, untuk menyelamatkan kita, Yesus yang adalah Tuhan mau menjelma menjadi manusia, tergantung sepenuhnya kepada Allah Bapa. Alkitab mengatakan bahwa Yesus, “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia… Dan Ia merendahkan diriNya dan taat sampai mati di kayu salib”(Fil 2:5-8).
Kedua, Yesus merendahkan diri dengan ketaatan-Nya untuk melaksanakan tugas misi yang diterima-Nya dari Allah Bapa, yaitu untuk menyelamatkan kita, para pendosa (Rom 5:8), termasuk dengan segala keadaan yang berkaitan dengan tugas penyelamatan itu. Seluruh hidup-Nya adalah cerminan kerendahan hati yang sempurna: lahir di kandang hewan, hidup miskin sepanjang hidupNya di dunia (2 Kor 8:9), memar dipukuli, dihina, dilucuti pakaian-Nya, dan wafat di Salib.
Bagaimana caranya meniru kerendahan hati Kristus?
Meniru Kristus adalah jalan yang mengarahkan kita pada pertumbuhan rohani. Untuk hal ini, kita perlu untuk sering merenungkan teladan kerendahan hati Yesus: di dalam hidup-Nya yang tersembunyi, pelayanan-Nya, sengsara-Nya. Untuk memperoleh sifat kerendahan hati yang sungguh, kita perlu berdoa, sebab kerendahan hati adalah suatu pemberian Tuhan dan bukan semata karena usaha kita sendiri.] Semakin kita menyadari kesombongan kita, semakin kita perlu berdoa dengan ‘mengemis’ (begging) agar Tuhan tidak membiarkan kita jatuh ke dalam kesombongan. Kita juga perlu untuk selalu mengucap syukur dan menerima segala hal dengan suka cita, termasuk penghinaan.
Dalam hal penghinaan (humiliation), contoh yang paling sempurna diberikan oleh Yesus sendiri. Dia menghancurkan kesombongan (dosa pertama manusia) dengan kerendahan hati, menjadi hamba, serupa dengan manusia, taat sampai mati di Salib. Kerendahan hati-Nya menjadi obat kesombongan kita. Ia yang adalah Tuhan, Sang Sabda Kebenaran, dituduh mengajarkan sesuatu yang tidak benar. Ia dituduh menghujat Allah. Yesus menerima semua ini dengan diam, karena hatiNya dipenuhi kasih, dan kehendakNya teguh tertuju untuk menyelamatkan kita. Suatu permenungan bagi kita: bagaimana sikap kita jika kita dihina, dan dituduh melakukan sesuatu yang tidak kita lakukan…? Apakah kita bersikap seperti Kristus?
Kerendahan hati begitu penting, sehingga sering dikatakan bahwa kerendahan hati adalah segalanya, sebab seperti perkataan St. Agustinus, kerendahan hati menarik perhatian Allah yang Maha Tinggi. Kerendahan hati menjadi jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Sebagai nilai kebajikan yang pertama, dan dasar semua nilai kebajikan yang lain, menurut St. Thomas, kerendahan hati menjadi sesuatu yang diperlukan untuk mencapai Kerajaan Surga, sebab kerendahan hati menghapuskan semua penghalang untuk menerima rahmat Tuhan.
Namun demikian, kerendahan hati bukanlah segalanya, sebab kerendahan hati bukan kebajikan yang terbesar. Tempatnya tidak setinggi kebajikan ilahi seperti, iman, pengharapan dan kasih (KGK 1812-1829), kebajikan akal dan kebajikan moral seperti kebijaksanaan, agama dan hukum keadilan. Kerendahan hati bukanlah akhir dari kesempurnaan kehidupan rohani, namun hanya merupakan sarana untuk mencapai hal itu. Kerendahan hati adalah langkah pertama dan langkah seterusnya untuk mencapai kesempurnaan kasih kepada Tuhan dan sesama, yang menjadi tujuan akhir panggilan hidup kita. Saat kita berjuang untuk menjadi semakin rendah hati setiap hari, marilah kita mempercayakan diri kita ke dalam tangan Tuhan dan berdoa, “Yesus, yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu.”

Rabu, 26 Agustus 2009

ayat harian

I Yohannes 4 : 20

Jikalau seorang berkata : “Aku mengasihi Allah”, dan ia membenci saudara-saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.

Saudara-saudara yang terkasih, masih ingatkah kita bahwa manusia adalah satu-satunya ciptaan yang begitu mulia karena manusia diciptakan segambar dengan Allah? Manusia adalah Imitatio Dei. Betapa besar anugerah Allah pencipta kepada kita. Namun tidak hanya di situ saja. Ketika manusia sebagai makhluk mulia itu justru memberontak kepada Allah karena ingin menjadi seperti Allah dengan memakan buah terlarang, bukankah Allah justru memaafkannya? Manusia masih diberi kesempatan walaupun diusir dari taman Eden. Bahkan ketika dalam perjalanan sejarah Kitab Suci menunjukkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan manusia dari generasi ke generasi (dari masa Adam sampai Nuh, dari masa Nuh sampai Abraham, dari masa Abraham sampai Musa dan dari masa Musa sampai sekarang), Allah tetap menunjukkan kasih sayangnya kepada manusia dengan memaafkan manusia dan bersedia membuat perjanjian dengan ciptaanNya tersebut.

Bahkan salah satu kisah yang paling fantastis dalam kitab suci menunjukkan betapa bermurah hatinya Allah. Kisah tersebut tertulis di kitab Kejadian 18 : 23 – 32. Allah yang adalah Maha Pencipta yang berkuasa mutlak atas seluruh ciptaanNya, mau merendahkan diri untuk bernegosiasi dengan manusia (Abraham/Ibrahim). Allah hendak memusnahkan Sodom dan Gomora. Kemudian datanglah Abraham meminta pertimbangan akan rasa keadilan Allah bila ada limapuluh orang yang baik di kota tersebut. Tidak hanya di situ saja, tawar menawar berlanjut bila tidak hanya limapuluh orang, tetapi turun menjadi empatpuluh, tigapuluh, duapuluh dan akhirnya sampai sepuluh orang. Dengan sepuluh orang yang baikpun, Allah akan mengurungkan niatNya untuk menghancurkan kota tersebut. Siapa manusia sehingga dia bisa bernegosiasi dengan Allah yang Maha Pencipta? Tetapi bukan karena kehebatan Abraham, melainkan karena kemurahan hati Allahlah maka manusia dilayakkan untuk berbicara dan memohon dihadapanNya.

Namun, kita tahu sendiri bahwa karya kemurahan Allah tidak sampai di situ. Yang terbesar yang dirasakan manusia adalah ketika Allah mengorbankan anakNya yang tunggal ke dunia ini sehingga setiap orang tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3 : 16). Sebelum Yesus sang Mesias mengorbankan NyawaNya di kayu salib, Dia mengajarkan agar manusia mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri (Matius 22 : 37 -39). Bukan hanya mengajarkan, Yesuspun mempraktekkan pengajaranNya dalam kehidupanNya sehari-hari. Puncaknya adalah Ketika Dia mengorbankan NyawaNya sendiri demi keselamatan Umat manusia.

Itu sebabnya Marthin Luther sang reformatoris mengatakan di saat-saat akhir hidupnya bahwa dia adalah orang yang berhutang. Maksudnya berhutang kepada Allah penciptanya. Bukan hanya Marthin Luther, melainkan kita seluruh umat manusia adalah orang-orang yang berhutang. Sebab sudah tidak terhingga kasih Allah kepada kita sehingga kita masih bisa beroleh kehidupan dan dilayakkan untuk menjadi anak-ananNya.

Apa yang dapat kita perbuat untuk menyenangkan hati Allah? Inilah Firman Allah kepada kita semua ketika hendak memulai hari ini. Kita diingatkan untuk mengasihi saudara kita melalui perbuatan yang nyata. Itulah tandanya bahwa kita benar-benar mengasihi Allah. Terutama bagi gereja Tuhan di manapun berada. Dunia sekarang sedang dilanda kemiskinan yang parah. Di mana gereja harus berdiri? Apakah membela kapitalisme ataukah kelompok si miskin yang menjadi korban? Ataukah gereja memilih bersikap netral? Gereja tidak boleh bersikap netral. Gereja harus membela si miskin dengan cara menentang segala bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Namun tetap dalam kesadaran bahwa apapun kebaikan yang dilakukan manusia ataupun gereja, bukan karena kekuatannya melainkan karena anugerah Allah semata. Juga karena Allah telah lebih dahulu mengasihi manusia tersebut dan mengasihi gerejaNya.

Untuk itu, dengan segala kerendahan hati marilah kita berbuat kasih kepada sesama kita melalui tindakan nyata hari ini. Semoga Tuhan yang Maha Pengasih manguatkan kita melalui Roh KudusNya agar kita mampu mengasihi sesama sebagai wujud nyata dari kasih kita kepada Allah.

Senin, 24 Agustus 2009

ayat harian

Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu, perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.
(1 Timoteus 5:1-2)
HIDUP DALAM NASEHAT

Tentunya, tak ada manusia di dunia ini yang hidupnya sempurna. Akibat dosa, manusia bertindak mengikuti kehendak hatinya dan sering melakukan kesalahan yang berulang-ulang. untuk itu saling memberi nasehat dan teguran merupakan kewajiban setiap orang. Sebagai orang kristen, kita terpanggil untuk menegor yang berbuat salah atau menegor seseorang yang hidupnya telah menyimpang dari kebenaran. Namun, cara penyampaian tegoran perlu mendapat perhatian agar tidak menyinggung perasaan orang lain dan tegoran itu dapat diterima.
Mungkin, seringkali kita tidak menegor kesalahan atau penyimpangan karena takut. Takut karena yang akan ditegor umurnya lebih tua atau lebih berpengalaman, atau yang akan ditegor adalah bos, atau seorang yang kaya, atau karena orang yang akan ditegor perasaannya sensitif. Dikatakan, janganlah engkau keras dalam memberi tegoran kepada orang lain dan ini adalah satu cara yang terbaik untuk memberi tegoran kepada orang lain. Apa jadinya bila tegoran itu dengan keras disampaiakan, tentunya yang terjadi adalah perkelahian, sakit hati, demdam dan bahkan keretakan dalam hubungan kekeluargaan.

Kalau kita perhatikan firman Tuhan di atas, maka selain ajaran sikap atau cara kita melakukan tegoran, kita juga menemui kata kunci yaitu Penuh Kemurnian, artinya tegoran kita tidak didasarkan pada rasa marah (emosional), benci, dengki dan lain sebagainya. Tetapi kita menegor karena kita mengasihinya, sehingga tegoran kita hanyalah sebatas kesalahannya saja dengan tujuan agar menjadi baik. Tegoran kita tidak dikait-kaitkan dengan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan kesalahan tersebut. Sebagai contoh kita hendak menegor seseorang yang ingkar janji, maka tegoran yang baik adalah dengan berkata "Bila kamu ingkar janji seperti ini, maka orang bisa tidak percaya dengan kamu dan urusan kamu akan menjadi sulit". Kalimat kedua telah membatasi hanya pada kesalahan dan dampaknya saja, tidak melebar ke persoalan lain. Sehingga menjadi tegoran yang lebih murni dalam mengoreksi kesalahan.

Dalam kehidupan kekristenan tegoran wajib kita lakukan, karena merupakan perintah Tuhan dan karena hidup kekristenan adalah juga kehidupan yang terus menerus berproses, maka perlu untuk selalu introspeksi dan koreksi. Itulah sebabnya firman Tuhan berkata "ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa." (Yakobus 5:20).

Selasa, 18 Agustus 2009

Opini

BERSAMA ANAK DAN REMAJA MEMBERDAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP


Pengantar
Tentunya, anak-anak dan para remaja dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi dalam arus global, baik secara positif maupun negatif (situasi ekonomi, teknologi, sekolah, norma-norma sosial universal). Jika pengaruhnya benar-benar positif, membawa kepada pola piker yang baik dan patut disyukuri, tetapi jika pengaruhnya negatif, layaklah kita prihatin dan mencari upaya menanggulanginya.
Dalam Gerejapun anak dan remaja meng¬hadapi situasi yang problematis; di satu sisi era global menuntut orang menghayati hidup secara mandiri dalam jaringan keber¬samaan; sementara di sisi lain pola tradi¬sional lebih menuntut kebersamaan. Hal ini mempengaruhi pula dinamika anak dan remaja dalam menghidupi imannya dalam kebersamaan dengan segenap umat dalam Gereja.
Kalau mau melibatkan anak dan remaja berarti memberi kesempatan kepada mereka untuk terlibat langsung dalam merancang dan me¬mutus¬kan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan Gereja; tidak hanya diberi tugas sebagai yang melaksanakan. Itu berarti bahwa dinamika pengembangan umat men¬jadi tanggungjawab bersama kaum dewasa dengan anak dan remaja dalam suasana kesetaraan.
Pemberdayaan Lingkungan HIdup
Tentu suatu kebanggaan sebagai anak bangsa bahwa Indonesia me¬miliki kekayaan alam dalam bentuk flora, fauna, tambang dan lautan. Kekayaan alam tersebut bukan hanya menjadi sumber hidup dan penghasilan saja tetapi menjadi tempat yang aman dan nyaman sebagai kediaman manusia yang bersahabat secara ekologis. Namun sekarang, rasa bangga telah berganti menjadi kecemasan dan kegelisahan karena kekayaan alam dieksploitasi secara masal dan besar-besaran, tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan secara utuh dan menye¬luruh yang akhirnya mengakibatkan rusak¬nya dan hancurnya alam, banyak terjadi pen¬deritaan, munculnya berbagai penyakit dan kemiskinan masyarakat.
Ada beberapa daerah yang mengalami kerusakan alam maupun kekeringan. Misalkan saja daerah Tapanuli Utara yang dulunya merupakan lahan subur dengan air yang melimpah, pepohonan pinus yang hijau yang menyejukkan iklim sekarang ini mengalami ketandusan karena penebangan hutan yang tidak terkendali; juga karena kurangnya perhatian untuk meremajakan pohon yang sudah ditebang (Reboisasi).

Keprihatinan tidak hanya pada exploitasi, tapi juga sekitar sampah dan polusi serta cuaca yang sangat tidak bersahabat. Sampah yang setiap hari, bahkan setiap menit dibuang tidak pada tempatnya merupakan penyebab bencana banjir maupun penyakit. Pemakaian AC dan pembuangan asap kendaraan yang tidak diimbangi dengan penghijauan yang cukup dapat menimbulkan polusi udara dan cuaca yang panas.
Tentu saja bukan hanya akibat-akibat yang muncul kemudian yang menjadi ke¬prihatinan bersama, tetapi juga menyang¬kut mentalitas masing masing individu yang menunjukkan rendahnya kesadaran akan peduli lingkungan hidup.
Oleh karena itu, sangatlah diperlukan upaya gerakan pemberdayaan lingkungan hidup dan perubahan mentalitas atau yang disebut pertobatan secara mendasar.
Pemberdayaan lingkungan (alam) ber¬tujuan mengelola, melestarikan dan men¬jadikan alam sebagai sumber hidup dan penghasilan, dengan mempertahankan tempat yang layak huni bagi manusia dan segala makhluk ciptaan. Semuanya dapat mencapai kesejahteraan hidup sejati secara berkesinambungan. Tujuan tersebut akan dapat tercapai bila manusia memperhatikan 5 (lima) hal utama sebagai berikut: Membangkitkan dan mengembangkan kesadaran umat dan masyarakat terhadap perlindungan lingkungan hidup yang berkesinambungan; Meningkatkan kemampuan diri, organi¬sasi dan sistem nilai dalam menge¬lola dan melestarikan lingkungan hidup; Meningkatkan daya juang untuk mencapai pemberdayaan lingkungan hidup berdasar¬kan kualitas dan kecakapan yang tersedia setempat; Menempatkan usaha penyelamatan keutuhan ciptaan dalam konteks tanggung jawabimankepada Sang Pencipta. Menciptakan generasi baru yang cinta Iingkungan hidup dengan melibatkan anak dan remaja dalam pemberdayaan ling¬kungan. Kita masih tetap diajak untuk melihat di sekitar tempat kita berada, apakah ada keprihatinan berkaitan dengan keutuhan ciptaan atau kelestarian lingkungan hidup.
Melestarikan Keutuhan Ciptaan dalam Terang Alkitab
Dalam Alkitab disebutkan bahwa buah karya penciptaan dipandang oleh Allah sendiri bawa semua¬nya baik. Dan ketika manusia telah dicipta¬kan (laki-laki dan perempuan), diberkati dan dilibatkan dalam mengurusi karya ciptaan; Allah melihat semuanya ”Sungguh amat baik”. Manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dipercaya oleh Allah untuk melestarikan keutuhan ciptaan itu. Dan sisi lain alam semesta menyediakan segala yang diperlukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Bahkan harus diakui bahwa kehidupan manusia di bumi ini dalam arti tertentu bergantung pada alam. Manusia dipanggil untuk mengambil bagian dalam memelihara alam. Tanpa pemelihara¬an itu, hidup manusia sendiri akan terancam, karena bagi manusia alam merupakan sumber kehidupannya. Sebagai citra Allah, manusia adalah rekan kerja Allah dalam memelihara alam semesta. Akan tetapi manusia harus menyadari bahwa kuasa yang diberikan Allah kepadanya bukanlah kuasa untuk memanipulasi dan mendominasi. Dan ketika alam ciptaan tidak utuh lagi, manusia harus membangunnya kembali dan terus memelihara kelestariannya.
Pertobatan dalam Bentuk Gerakan Bersama dan Lestari
Allah menciptakan alam begitu indah. Nyatanya, manusia justru menghancurkan¬nya karena kerakusannya. Allah mengutus Yesus PuteraNya untuk mem¬bangun kembali relasi manusia dengan Allah, dengan sesama dan dengan alam. Makna¬nya, ling¬kungan hidup menjadi sahabat manusia untuk menghadirkan “Kebenaran hidup yang sejati”. Namun kenyataannya manusia telah menghancurkannya. Oleh karenanya kita dipanggil Tuhan untuk me¬lakukan pertobatan secara pribadi maupun bersama-sama terkait dengan “Iingkungan hidup”. Pertobatan kita menghadirkan belas-kasihan Tuhan bila kita mau mengoyakkan bukan pakaian tetapi hati. Hati yang menjadi sumber kejahatan manusia terhadap Tuhan, sesama dan alam perlu mengalami pemur¬nia¬n. Sekarang ini Allah meng-anugerah¬kan saat keselamatan yang penuh berkat. Gerakan bersama, khususnya yang melibat¬kan anak dan remaja supaya muncullah generasi baru yang mencintal lingkungan hidupnya, akan menjadikan keutuhan ciptaan ini lestari. Salah satu gerakan adalah para kaum muda dan orang tua, menyadari dan menghayati tugasnya sebagai teladan bagi anak dan remaja dalam hal mencintai lingkungan hidup; sekaligus melibatkan anak dan remaja secara lebih nyata dan berdampak pada pelestarian keutuhan ciptaan.
Berbagai macam bentuk gerakan sebagai wujud pertobatan perlu didiskusi¬kan, dibicarakan, dimusyawarahkan secara secara serius agar tidak terhenti dalam hitungan hari-hari masa prapaskah, tetapi menuju paskah yang abadi.
Penutup
Anak dan remaja merupakan subyek penting bagi kelangsungan keutuhan ciptaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu anak dan remaja mesti dilibatkan untuk berperan aktif dalam perombakan/pemba¬haruan tatanan hidup mulai dari lingkungan¬nya sendiri (keluarga). Di sisi lain orang tua mesti menjadi teladan bagi anak-remaja, dan bersama anak-remaja membangun kembali keutuhan ciptaan, supaya alam ciptaan mendatangkan berkah bagi semua.

Rabu, 12 Agustus 2009

opini

BERSAMA SELAMATKAN BUMI DARI KESERAKAHAN

Tak dapat dipungkiri, satu tantangan yang paling besar yang dihadapi bagi kemanusiaan saat ini dan masa mendatang, satu diantaranya adalah terjadinya perubahan iklim (climate change). Tantangan ini berasal dari berkembang dan suburnya keserakahan dalam diri manusia, yang secara masif melakukan eksploitasi terhadap bumi untuk memenuhi berbagai bentuk ketamakan, kekayaan dan nafsu sesaat.
Pada tahun 2009 ini, United Nations Environment Programme (UNEP), memilih tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni yangb lalu) berbunyi: “Your Planet Needs You – Unite to Combat Climate Change”. Di Indonesia, tema Hari Lingkungan Hidup 2009 menjadi “Bersama Selamatkan bumi dari Perubahan Iklim”. Tema ini merefleksikan suatu tantangan bersama dalam upaya menjaga perubahan iklim berada pada lintasan yang tidak menyebabkan berbagai bencana kemanusiaan. Juga, secara langsung mengajak semua orang untuk terlibat dalam upaya mengurangi efek penggunaan gas rumah kaca dan limbah dengan memikirkan kembali berbagai tindakan dan pilihan hidup yang selama ini lebih banyak menghasilkan limbah dan gas rumah kaca. Setidaknya berusaha mengadopsi a greener lifestyle, misalnya seperti yang dilakukan oleh seorang sahabat dan kedua anaknya yang sedang berada di Belanda dengan berusaha lebih banyak menggunakan sepeda sebagai moda transportasi mereka. Begitu juga dengan warga Jakarta yang lebih memilih sepeda sebagai moda transportasi.
Perubahan iklim global yang mengacam kemanusiaan tidak terjadi dalam waktu singkat, tapi terjadi dalam jangka waktu lama dan baru dapat dirasakan kemudian yang berhubungan dengan perilaku keserakahan manusia sebagai penyebabnya, yang melakukan kerusakan di muka bumi, sehingga dengan kasat mata mulai terlihat penurunan kualitas lingkungan hidup dan tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di muka bumi tanpa kecuali. Bumi ini memang tidak pernah cukup bagi keserakahan, dan bila keserakahan sebagai arus utama diteruskan maka konsekuensinya adalah adanya dorongan terhadap bumi untuk menemukan keseimbangan baru yang tidak mengenal dan peduli dengan kemanusiaan itu sendiri.
Pertambahan penduduk yang terus meningkat, di atas perilaku keserakahan, tentu saja terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan sumberdaya alam bagi pemenuhan kebutuhan pangan dan energi di berbagai sudut bumi. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi di berbagai belahan bumi, namun karena paham keserakahan yang menjadi arus utama, maka terjadilah eksploitasi sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan dan cenderung melakukan kerusakan; pembabatan hutan dan perubahan total ekosistem alami. Begitu juga dengan pelepasan emisi gas karbon dioksida (CO2), yang secara nyata menyebabkan perubahan iklim global, dari berbagai alat dan peralatan teknologi yang tidak ramah lingkungan, yang saat ini semakin terbagi dalam satuan kecil yang dapat lebih mudah penyebarannya melalui orang per orang; misalnya sepeda motor. Seandainya perilaku keserakahan tidak menjadi arus utama, maka pengembangan dan pembangunan transportasi massal adalah merupakan diantara alternatif yang dapat menyatukan pelepasan emisi, menjadi lebih tidak menyebar, dan menguranginya.
Perubahan iklim harus diletakkan sebagai suatu akibat dari perilaku keserakahan yang menjadi arus utama dalam kehidupan di bumi ini. Oleh karena itu, tema Hari Lingkungan Hidup 2009 di Indonesia yang ditetapkan menjadi “Bersama Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim” lebih merefleksikan suatu pengabaian rasa keadilan dari kebanyakan umat manusia yang menjadi korban dari perilaku keserakahan. Untuk menyelamatkan bumi dari bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya, dilakukan secara bersama, padahal saat memenuhi dahaga keserakahan jelas tidak pernah menghiraukan bagaimana kehidupan yang lain. Lebih tepat, temanya adalah “Bersama Selamatkan Bumi dari Keserakahan”.
Harapan untuk keluar dari keserakahan sebagai arus utama kehidupan di bumi, saat ini ada pada pertemuan the 15th Conference of the Parties yang dilaksanakan United Nations Framework Convention on Climate Change yang dikenal sebagai COP 15 atau Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim ke 15, yang akan diselenggarakan pada bulan Desember 2009 di Copenhagen. Konferensi ini untuk merespon satu diantara tantangan yang terbesar bagi kemanusiaan, yaitu perubahan iklim akibat keserakahan. COP 15 ini diharapkan dapat membuka jalan dan kesempatan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya untuk mengatasi krisis iklim dengan juga mempercepat keluar dari ketergantungan pada karbon dan pertumbuhan yang ramah lingkungan sebagai fondasi kemakmuran ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk menghasilkan kesepakatan dalam pertemuan COP 15, disamping bergantung pada negosiasi, tapi juga tentu sangat bergantung pada tekanan publik dari seluruh dunia, khususnya mendorong pemerintahan negaranya untuk menyetujui perjanjian perubahan iklim yang akan melindungi umat manusia, bumi, dan mengarusutamakan a global green economy. Ekonomi yang tidak berbasiskan keserakahan. United Nations menggalang keberpihakan semua pihak di seluruh dunia, untuk bergerak kearah “Seal the Deal”, yang diharapkan dapat bersatu untuk menemukan solusi perubahan iklim yang adil, seimbang, efektif, dan berbasis sains.
Berdasarkan kajian ilmiah terbaru, iklim mengalami perubahan yang lebih cepat dari perkiraan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change tahun 2007. Semakin banyak umat manusia yang sudah mengalami penderitaan karena berbagai bencana yang disebabkan perubahan iklim. Oleh karena itu, kita harus mendorong para elit negeri ini untuk terlibat secara aktif dalam gerakan “Seal the Deal” dan menjadi bagian yang penting dalam perjanjian perubahan iklim di Copenhagen. Juga, mendorong elit lokal (daerah) untuk memulai kebijakan dan bertindak yang ramah lingkungan dalam upaya memperbaiki iklim mikro sebagai suatu bagian yang nyata dari tempat berpijak. Lebih personal, mulai dari diri sendiri dan let’s reduce our carbon footprints!
------------------------------------------------------

Selasa, 11 Agustus 2009

Ayat Harian

"Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. "

1 Korintus 10:31

Refleksi

ARTI SEBUAH CINTA

Suatu ketika terdapat sebuah pulau tempat tinggal seluruh perasaan: Kebahagiaan, Kesedihan, Kekayaan, Kesombongan, dan termasuk di dalamnya Cinta.

Suatu hari diumumkan kepada seluruh perasaan bahwa pulau tersebut tidak lama lagi akan tenggelam, sehingga seluruh perasaan yang ada segera mempersiapkan perahunya untuk pergi. Cinta terus bertahan hingga detik-detik terakhir.

Saat pulau hampir tenggelam, barulah Cinta berpikir untuk meminta bantuan. Kekayaan lewat di depannya dengan kapal yang megah. Cinta berkata: “Kekeyaan, bolehkah aku pergi bersamamu?”.
Kekayaan menjawab: “Tidak bisa, kapalku penuh dengan emas dan permata, tidak ada ruang lagi yang tersisa”.

Cinta memutuskan untuk bertanya kepada kesombongan yang melewatinya dengan kapal yang indah. Katanya: “Kesombongan, tolonglah selamatkan aku!”.
Kesombongan menjawab: “Cintaku sayang, aku tidak bisa membantumu, kamu basah sekali, nanti merusak kepalku yang indah”.

Kesedihan tampak berlayar di dekat pulau. Cinta berteriak: “Kesedihan, ijinkan aku pergi bersamamu!”.
Kesedihan menjawab: “Aduh… cinta, aku terlalu sedih. Sekarang aku hanya ingin sendiri, kamu tidak bisa ikut dengan aku”.

Setelah beberapa saat, kebahagiaan pun tampak di kejauhan, tetapi dia terlalu bahagia sehingga tidak mendengar Cinta memanggilnya.

Tiba-tiba terdengar suara: “Cinta, ikutlah denganku”. Muncullah sosok tua dengan kapal yang tidak kalah tuanya namun berkesan anggun dan berwibawa. Cinta sangat bersyukur, langsung naik ke kapal.

Akibat terlalu girang bisa selamat dari pulau yang mau tenggelam, saat mencapai daratan kering, Cinta lupa menanyakan nama sosok tersebut hingga sosok tersebut hilang menjauh di telan cakrawala, melanjutkan perjalanannya.

Sadar betapa besar hutang budinya kepada sosok tua tersebut, Cinta pun bertanya kepada Pengetahuan, sesepuh para perasaan yang ditemuinya di pulau itu. Katanya: “Siapakah yang telah menolongku?”.

“Dia adalah waktu”, jawab Pengetahuan.

“Waktu…?”, tanya Cinta setengah tidak percaya. “Tapi kenapa Waktu bersedia menolongku?” Pengetahuan tersenyum dengan penuh kebijaksanaan dan menjawab:

“… karena hanya waktu yang dapat memahami betapa besar arti sebuah cinta…”