Rabu, 13 Januari 2010

Bendahara Yang Cerdik

Salah satu keistimewaan dari perumpamaan-perumpamaan yang pernah diajarkan Yesus adalah selalu mengejutkan, menyentak, dan menyadarkan. Yang menjadi "tokoh pahlawan" biasanya orang yang paling tidak diduga. Ciri itu tampak jelas dalam perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-13). Kisah ini memancing kontroversi dan perdebatan di antara para penafsir Alkitab. Meskipun menimbulkan banyak pertanyaan, perumpamaan ini menghadapkan kita pada kebenaran yang esensial tentang kehidupan sebagai seorang murid. Perumpamaan ini pertama-tama disajikan dalam ayat 1-8, lalu diikuti dengan penjelasan tentang prinsip-prinsip di dalamnya, yang diajarkan oleh Tuhan sendiri.

Yesus Menyampaikan Perumpamaan Tentang Bendahara Yang Cerdik (Lukas 16:1-8)
Perumpamaan ini membawa kita memasuki dunia keuangan dan tanggung jawab. Bendahara itu seorang bawahan. Tepatnya, ia hanyalah pegawai yang diserahi kepercayaan oleh tuannya, yang mungkin sedang bepergian, untuk mengawasi usaha dan aset tuannya. Yang jelas, tanggung jawabnya adalah menggunakan kepercayaan itu untuk kepentingan majikannya, bukan dirinya. Namun, godaan untuk menyelewengkan uang bagi tujuan dan kesenangannya sendiri terlalu kuat. Ia menghambur-hamburkan uang itu, melanggar kepercayaan yang diberikan, dan menyalahgunakan harta majikannya. Dan, ketika dituduh lalai, ia tidak bisa menjawab.

Kisah ini hampir sama dengan perumpamaan tentang hamba yang tidak mau mengampuni, dalam Injil Matius pasal 18. Pengulangan situasi yang sama ini menunjukkan bahwa pelanggaran kepercayaan terhadap orang lain, yang umumnya terjadi pada zaman dahulu, terjadi juga pada zaman sekarang. Tentu saja orang itu pantas dipecat. Namun, yang penting untuk diperhatikan adalah posisi si bendahara setelah tuannya berkata, "Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara" (ayat 2).

Perusahaan-perusahaan modern biasanya memerintahkan karyawannya yang dipecat untuk segera mengemasi barang-barang di meja kerjanya, atau jika tidak, orang lain yang disuruh membereskannya. Namun, bendahara dalam Injil Lukas, masih diberi kesempatan. Pemecatan dirinya memang tak mungkin dihindari lagi, tetapi belum merupakan sesuatu yang bersifat final atau segera diumumkan. Sampai laporan keuangannya selesai dibuat, ia masih memiliki kesempatan untuk bertindak. Memang, waktunya amat singkat, karena itu ia harus segera bertindak. Ia tidak boleh membuang-buang waktu.

Di sinilah kecerdikan orang itu akan tampak. Ia tahu, ia tak punya banyak pilihan. Ia terlalu lemah untuk melakukan pekerjaan kasar dan terlalu gengsi untuk mengemis. Jika tidak bertindak cepat, nasib buruk akan menimpanya. Tetapi, ia tahu benar pepatah yang mengatakan, "Bantulah aku, maka aku akan membantumu." Mungkin ia bisa bermurah hati kepada beberapa orang, sehingga mereka akan balas berbaik hati kepada dirinya.

Rencananya sederhana. Ia memanggil orang-orang yang berutang kepada tuannya dan mengubah surat utang mereka. Bagaimanapun juga, ia telah lama mengelola laporan keuangan tuannya dan ia masih memiliki wewenang yang sah untuk bertindak atas nama tuannya.

"Berapakah utangmu kepada tuanku?"; "Seratus tempayan minyak."; "Inilah surat utangmu yang lama. Tuliskanlah lagi surat utang lain, tapi tulis saja lima puluh tempayan dan saya akan menandatanganinya."

"Berapakah utangmu?"; "Seratus pikul gandum."; "Inilah surat utangmu, buatlah surat utang lain, tuliskan saja delapan puluh pikul dan saya akan menandatanganinya."
Kita tidak tahu praktik bisnis pada abad pertama, sehingga sulit memastikan sesuatu yang sedang terjadi. Beberapa ahli yakin bahwa semua transaksi bisnis di masa itu curang dan bendahara ini menggambarkan kecurangan orang-orang pada masa itu.

Mungkin hal itu benar, tetapi mengingat orang-orang ini mungkin akan terus melakukan bisnis dengan orang kaya itu, tafsiran ini tampaknya tidak sesuai. Yang lebih mungkin adalah transaksi yang dilakukan keduanya terselubung atau tidak sah.
Menurut hukum Musa, para bisnisman Yahudi dilarang mengambil riba dari sesama orang Yahudi. Namun, hal itu membuat transaksi dagang menjadi sulit. Jadi, mereka mengakalinya. Ketika meminjamkan uang, tidaklah sah mencantumkan besarnya bunga dalam surat tagihan. Oleh karena itu, dalam tagihan biasanya hanya tercantum sejumlah uang: jumlah total yang sudah mencakup pinjaman pokok, ditambah bunga dan imbalan bagi si bendahara. Jumlah ini seringkali dinyatakan dalam bentuk barang (misalnya minyak atau gandum). Dengan cara ini, transaksi itu akan tampak sejalan dengan hukum.

Jika benar demikian, mungkin si bendahara memberi potongan jumlah utang yang tertera dalam tagihan itu dengan menangguhkan bunganya. Karena memungut bunga adalah sesuatu yang melanggar hukum Yahudi, maka tuannya tidak punya dasar apabila ingin memberikan sangsi kepadanya. Bisa jadi, orang-orang yang berutang itu mencurigai alasan di balik "kemurahan hati" si bendahara, meskipun begitu mereka tentu dengan senang hati menerima tawarannya. Karena itu, dengan cerdik ia telah berhasil memperdaya tuannya sekaligus mengambil hati para pengutang itu, sehingga mereka pasti akan mengenangnya sebagai bendahara yang baik hati.

Perumpamaan itu diakhiri dengan pernyataan, "Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik" (ayat 8). Kita perlu tahu apa yang dikatakan dan apa yang tidak dikatakan. Tuan itu tidak berkata ia berkenan pada tindakan bendahara itu, tetapi ia terkesan pada tindakannya. Orang itu berhasil memperdaya tuannya. Si majikan tentu tak bermaksud memuji ketidakjujuran si bendahara, tetapi bagaikan atlit yang kalah, dengan muka masam mengomentari keahlian dan strategi lawannya, ia terpaksa mengakui kecerdikan si bendahara.

Karena kata cerdik adalah kata kunci dalam cerita ini, kita perlu merenungkan maknanya dengan seksama. Dalam bahasa Yunani, kata ini berarti "bertindak dengan perhitungan jauh ke depan", dan hal ini digambarkan dalam perkataan Yesus tentang orang yang bijaksana (secara harfiah juga berarti cerdik) yang membangun rumahnya di atas batu untuk siap menghadapi banjir yang datang (Matius 7:24). Juga digambarkan dalam sosok lima gadis yang "bijaksana" (cerdik) yang membawa persediaan minyak untuk persiapan di masa yang akan datang (Matius 25:1-13). Sifat inilah yang dimiliki oleh bendahara yang tidak jujur itu. Ia bertindak dengan tepat dan meyakinkan pada masa sekarang untuk menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Ia bertindak tepat sesuai dengan situasi. Ia menyadari situasi krisis yang dihadapinya dan meraih peluang yang ada karena kemampuannya memandang jauh ke depan. Ia cukup lihai untuk bertindak dengan kecerdikan dan pertimbangan yang praktis.

Kisah ini mengusik kesadaran kita. Walaupun bendahara ini tampaknya menjadi pahlawan, sebenarnya tidak. Tetapi melalui tindakan- tindakannya yang menimbulkan keraguan itu, kita dapat melihat suatu kualitas yang diharapkan juga dimiliki oleh murid-murid Tuhan bila mereka ingin hidup secara efektif di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar