Kalau kita ingin bangsa ini lepas dari
lilitan berbagai krisi, sebaiknya kita harus mau bersikap jujur. Jangan ada
dusta drantara kita. Yang sangat dibufuhkan adalah keteladanan dari tokoh
masyarakat, pemimpin bangsa dan pemuka agama.
Entah sudah
berapa kali tokoh masyarakat dan pemuka agama duduk bersama membicarakan
masalah yang dihadapi bangsa ini, namun persoalan tetap tak bergeming.
Kerusuhan tetap marak malah makin meluas ke berbagai daerah. Pertikaian muncul
silih berganti, kerusuhan menjadi pemandangan seharihari dan kekerasan praktis
mewarnai sisi kehidupan. Meski media cetak dan media televisi tak surut semangatnya
untuk membiicarakan masalah yang menghantam bangsa ini lewat saresahan.
Memang sudah
menjadi kewajiban umat beragama dalam berbangsa dan bernegara memberikan yang
terbaik bagi bangsanya, meskipun untuk memulihkan luka batin memakan waktu
lama, namun harus dilakukan upaya ke arah penyembuhan. Apalagi bangsa ini
sedang getol-getolnya menikmati arti sebuah kebebasan. Hanya sayangnya
kebebasan itu kerap menjadi sebuah kebebasan yang kebablasan. lni lumrah
terjadi di dalam masyarakat plural.
Ketika kebebasan,
keinginan dan tuntutan tidak terpenuhi maka yang terjadi justru konflik yang berujung
pada perpecahan. Karena itu di dalam pola kebebasan harus ada kaidah atau
semacam batasan yang harus diindahkan semua pihak yang ada dalam lingkaran
besar sebuah bangsa. Kalau tidak kebebasan akan berubah menjadi anarki yang
membawa bencana bagi bangsa itu sendiri.
Saat keadaan
bangsa tak menentu seperti kita alami sekarang ini, sebenarnya yang sangat
dibutuhkan adalah keteledanan dari tokoh masyarakat, pemipin bangsa dan pemuka
agama. Justru keteladanan inilah yang tidak ada dan hilang pada saat ini. Tidak
ada figur yang pantas diteladani, dicontoh sebagai panutan. Dalam menyikapi masalah
krusial seperti sekarang seperti yang yang lagi hangat-hangatnya dibahas
mengenai Papua dan Aceh, sebaiknya jangan ada dusta di antara kita, kalau
memang bangsa ini mau bangkit seperti diharapkan. Sebab terjadinya konflik itu
tak bisa dilepaskan dari kealpaan manusia sebagai umat beragama, tidak
menjalankan kewajiban agamanya, tidak ada rasa kasih sayang terhadap sesama dan
rapuhnya rasa solidaritas sesama anak bangsa.
Bagi Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, keadaan sekarang harus disikapi dengan kerangka berpikir
global. Yaitu berpikir lintas dunia, yang dibicarakan bukan saja kepentingan
lokal tetapi juga yang sedang diperjuangkan dunia. lni tidak bisa dipungkiri
dalam pergaulan berbangsa dalam era global, sebab dunia sekarang sudah berubah,
faham nasionalisme tidak cukup, karerna dunia meletakkan faham lain dan
ideologi lain. Jadi ada kepentingan kemanusiaan (hut man interest) di samping
kepentingan nasional. Susilo Bambang Yudhoyono dalam poidatonya pernah menilai,
pada lintas bangsa, agama dan fiegara, faham keindonesiaan mudah dilakukakan
asal selalu respek (hormat) terhadap nilai sendiri serta human interest dan
world interest (yang diperjuangkan dunia). Dalam sebuah cita-cita negara yang
ideal adalah perlu penekanan akan pentingnya makna sebuah toleransi yang tinggi
membingkai komunitas masyarakat yang menampilkan wajah masyarakat tenteram,
sejahtera dan kedekatan antara satu sama lain. Itu erat hubungannya dengan
tujuan sebuah negara normal; yaitu masyarakat yang baik, ekonomi yang baik dan
politik pemerintah yang baik.
Memang berbicara
kewajiban umat beragama dalam porsi kehidupan berbangsa dan bernegara, bukanlah
hal sulit, asal semua umat beragama mau berbuat, bukan sekedar diucapkan tapi
lebih diujudkan dalam tindakan. Apabila nilai-nilai dan norma-norma agama
benar-bemar diberlakukan pasti tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat
berjalan dengan baik dan harmonis. Namun, pada satu sisi, ketidak berdayaan
umat beragama selama ini dan hal ini mestinya membuat kita semakin bijak untuk
tidak terlalu mudah mengajukan ajaran agama sebagai lips service belaka.
Penyalahgunaan
kuasa jabatan, senjata dan uang jauh lebih kuat dan lebih canggih daripada
kekuatan dan kecanggihan agama sampai saat ini. Karena itu, untuk memahami
setiap persoalan yang sebanarnya, dalam kasus kerusuhan seperti di Papau dan
Aceh misalnya, perlu diadakan Crisis Centre Bersama (CCB), CCB inilah yang akan
merekam data seakurat rnungkin dan berdasarkan data tersebut dibuat kebijakan
berdasar yang tidak sembarangan. Dari hasil temuan CCB inilah dijadikan landasan
untuk membentuk opini publik serta kebijakan bersama, sehingga semua pihak
tidak dapat memelintir atau mendisinformasikan semaunya sendiri fakta di
lapangan. Melalui cara seperti itulah diharapkan akan terungkap kebenaran.
Konsekuensinya, siapa yang benar harus dibenarkan, siapa yang salah harus
dihukum tanpa melihat apa latarbelakangnya.