Rabu, 30 September 2009

Berita

Ompui Ephorus kembali ke rumahnya di Jl. Nusa Indah Raya No. 15 Tanjung Sari Medan pada Rabu (30/09), sekitar pukul 15.00 WIB setelah diperbolehkan pulang meninggalkan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Setelah dirawat sejak 08 September 2009 atau selama lebih kurang satu bulan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.

Demikian informasi yang diperoleh lewat telepon dari Pdt Frans I Sianipar STh (Sekhus Ephorus). Selama di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Ompui Ephorus menjalankan sterilisasi luka bekas operasi tulang pinggul di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura juga fisioterapi untuk menguatkan otot-otot tulang. Perawatan kedepan dilakukan dengan berobat jalan, sedangkan fisioterapi dapat dilakukan di rumah. Diharapkan dalam satu atau dua bulan ke depan keadaan Ompui sudah benar-benar pulih dan dapat berjalan dengan normal kembali tanpa bantuan alat pembantu dan dapat kembali beraktivitas. Mari kita tetap mendoakan untuk kesehatan Ompui.

Refleksi

Manusia Butuh Cinta

Menurut Abraham Maslow, tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan), manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Aktualisasi diri menduduki tempat tertinggi dan dipercayai sebagai motor atau motivasi dari segala perbuatan manusia.

Jika ditelusuri lagi, untuk apakah aktualisasi diri ini? Maka jawabannya adalah untuk diterima. Setiap orang ingin dihargai. Ingin didengarkan, ingin dimengerti dan semua keinginan ini mengarah kepada penerimaan diri, pembenaran, kepada cinta. Orang cenderung akan menghargai, mengerti, menerima dan mendengarkan orang yang dicintainya. Memang ada bermacam-macam cinta, namun semua orang ingin cinta yang mendalam, mendasar, yaitu cinta yang menerima.

Diterima, berarti orang-orang disekelilingku, yang hidup bersama denganku, memberikan harga diri kepadaku, sehingga membuat aku merasa bernilai. Diterima berarti orang bahagia melihatku apa adanya, aku berkembang tanpa paksaan. Diterima tidak berarti hanya kebaikanku saja, tetapi juga lengkap dengan segala kekuranganku, sehingga aku bisa berjalan seperti apa adanya. Inilah uniknya. Jika aku diterima hanya berdasar perbuatanku atau kebaikanku saja, itu akan sia-sia karena semua orang juga bisa melakukannya itu padaku, bahkan ada orang yang bisa lebih baik daripada aku.

Orang yang tidak diterima, akan cenderung bertumbuh secara negatif. Itu sama saja dengan membunuhnya secara perlahan-lahan, membuatnya mandul tidak dapat berbuah. Orang yang tidak diterima akan menderita baik yang terlihat (perilaku) ataupun yang tidak (kepahitan).

Van Bremen menggolongkan gejala orang yang merasa tidak diterima:
* berbual dengan diam-diam atau bahkan terang-terangan memuji diri sendiri
* kaku dan tegang merasa tidak aman dengan hidupnya, takut untuk beresiko, mengambil langkah
* minder atau tidak percaya diri tidak mempunyai harga diri, takut
* mencari pelampiasan diri mencari kesenangan murah, gampang, gangguan seksual
* ingin menonjolkan diri minta perhatian, berlebihan, gampang curiga, mudah tersinggung

Tuhan itu Cinta

Seringkali kita mendengar orang berkata “Aku cinta Tuhan” tetapi yang terpenting adalah pemahaman bahwa Tuhan mencintai kita. Bukan kita yang telah mencintai ALlah, tetapi Allah yang telah mencintai kita. (1 Yoh. 4:10). Gereja selalu menyerukan untuk melakukan perubahan, perbuatan dalam iman. Iman yang mana itu?

Inti iman adalah “Tuhan mencintai kita”.

Manusia terbagi dalam banyak hal;
* dalam waktu Manusia bisa hilang cintanya. Dahulu memang cinta, tetapi sekarang tidak.Tuhan hidup dalam kekekalan, tidak terbagi-bagi, dulu, sekarang, nanti adalah sama.
* dalam ruang Manusia mempunyai ukuran-ukuran tertentu dalam mencinta, kesetiaannya membuatku lebih mencintainya. Tuhan tidak demikian. Tuhan mencintai ciptaanNya. Tuhan mencintai manusia.
* dalam cinta Tuhan tidak mempunyai pembagian dalam cinta, cinta Tuhan 100%. Tidak seperti kita yang misalnya lebih mencintai keluarga dari orang lain dsb.
…bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. (Yoh. 17:23)

Manusia mempunyai cinta, tetapi Tuhan adalah cinta.
* Penting untuk menerima kebenaran bahwa Tuhan mencintai kita, yang berarti menerima kita apa adanya, apapun yang terjadi di dalam hidup kita.
* Cinta Tuhan tidak terbatas
Kita tidak bisa menangkap, memegang, mengawasi. Satu-satunya yang dapat kuperbuat adalah terjun ke dalam lembah tanpa dasar. Untuk terjun memerlukan keberanian. Inilah iman. Berani menerima kenyataan bahwa kita dicintai Tuhan.
* Orang mudah menerima bahwa “Tuhan mencintai umatNya” tetapi mengapa sulit untuk menerapkan bahwa “Tuhan mencintai diriku“.

Penerimaan Tuhan, cinta Tuhan, tidak berdasarkan pada diriku sendiri, pada sifat-sifatku atau kebaikanku. Kita cenderung untuk kecewa dengan segala kekurangan kita, kejelekan kita, kelemahan kita, kesalahan yang sudah kita lakukan, karena kita sudah terbiasa bergantung kepada penilaian atau penerimaan orang lain pada umumnya.
Dimana manusia menginginkan yang baik-baik saja. Tetapi tidak demikian dengan Tuhan.

Tuhan mencintai kita apa adanya dengan cinta 100%, sehingga kita harus berani mencintai diri sendiri. Tuhan memberikan cintanya sebagai kebutuhan kita untuk berkembang dengan apa adanya tanpa ada yang perlu ditutupi, merasa malu, karena itu hanya akan menghalangi pertumbuhanku. Berani berkorban untuk orang yang kita cintai adalah biasa. Mencintai orang yang mencintai kitapun juga mudah. Bagaimana jika Tuhan semesta alam yang menyatakan cinta-Nya?
Engkau menyelidiki dan mengenal aku;
Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri,
Engkau mengerti pikiranku dari jauh.
Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring,
segala jalanku Kau maklumi.
Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan,
sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.
Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan
Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.
Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.

Mazmur 139:1-6

Selasa, 29 September 2009

TIPS

BERJABAT TANGAN UNTUK BERSAHABAT

Berjabat tangan telah menjadi suatu bagian dari kehidupan sehari - hari. Sikap dalam berjabat tangan menampilkan sebagian besar kesannya terhadap anda. Entah itu bersilaturahmi, bersahabat, atau cuma bersalam-salaman saja.

Pernahkah anda ingat bagaimana kesalnya anda bila berjabat tangan dengan orang yang memberikan jabat tangan yang lemah-lunglai atau sebaliknya terlalu keras bersemangat seperti tenaga mau pancho.

Jangan sampai saat berjabat tangan anda dikategorikan sebagai orang yang tidak memberi kesan baik padahal maksud berjabat tangan tidak jauh untuk bersahabat. Berikut ini ada beberapa tehnik dan tips saat berjabat tangan yang efektif:

1. Tataplah mata lawan bicara anda saat berjabat tangan dengannya. Tidak ada yang lebih mengacuhkan selain jabatan tangan tanpa tatapan mata. Ini menunjukkan rasa tidak hormat atau tidak tertarik. Dengan menatap lawan bicara saat berjabatan, anda menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri. Menatap disini tentu dengan tatapan yang sopan, jangan tatapan yang kurang ajar.
2. Berjabat-tanganlah dari telapak ke telapak. Jangan berjabat tangan dengan mempertemukan dari jari ke jari, atau telapak dengan jari. Dengan berjabat tangan dari telapak ke telapak akan memberikan perasaan bersahabat dan tidak meninggalkan perasaan yang tidak nyaman atau terluka.
3. Jangan terlalu akrab, atau tepatnya "sok akrab". Beberapa orang bertindak berlebihan dengan menarik tangan lawan dan secara keras mengayunkan ke atas ke bawah. Jabat tangan semacam ini sama dengan "mulut besar". Bersikaplah percaya diri, jangan membuat orang lain kesal.
4. Sadarlah akan keterbatasan fisik seseorang. Orang jompo,cacat, atau penderita arthitis mungkin memiliki tulang yang lemah dan keterbatasan gerak. Melukai sesorang saat berjabatan tangan mungkin justru menutup pintu bukannya membuka pintu hubungan yang baik.
5. Ingatlah untuk menciptakan jabat tangan yang bermakna. Jika anda berjabat tangan lalu dengan segera menarik tangan anda dan melanjutkan pembicaraan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, maka orang akan menganggapnya sebagai jabat tangan yang tak berarti dan tidak tulus. Berikan pada lawan anda beberapa saat untuk menunjukkan perhatian anda melalui kontak mata atau pembicaraan sebelum anda menarik tangan anda. Mereka akan merasa bahwa mereka sedang bertemu dengan orang yang layak.

Semoga tips diatas dapat merubah gaya anda dalam berjabat tangan.

Rabu, 23 September 2009

Refleksi

KASIH: WUJUD JATI DIRI ORANG KRISTEN

Bagi orang Kristen, seruan hidup dalam kasih mungkin sudah menjadi sangat klise. Kekristenan sangat identik dengan kasih. Bagi kita Allah adalah Kasih. Akan tetapi, belakangan ini beberapa peristiwa yang terjadi dalam karya kita, membuat saya banyak berpikir tentang hal “hidup dalam kasih” ini. Pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang persoalan ini tiba-tiba kembali datang dan mengurung saya dalam pemikiran-pemikiran yang menggelisahkan. Mengapa saya harus hidup dalam kasih? Ini pertanyaan yang pertama datang kepada saya. Belum selesai merenungkan hal ini, pertanyaan lain sudah datang, hidup dalam kasih yang seperti apa yang harus saya jalani? Teladan kasih seperti apa yang harus saya ikuti? Sampai sejauh mana saya harus mengasihi? Demikianlah, pertanyaan-pertanyaan tersebut menghantui ruang pemikiran saya hari-hari ini.Yohanes 13:34 “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi”. 15:17 “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain”.

Jawaban yang pertama kali datang kepada saya adalah firman Yesus ini. Mengasihi bukanlah sebuah pilihan atau anjuran, bagi seorang murid Kristus. Itu adalah perintah yang diberikan oleh Kristus sendiri. Di akhir masa hidupnya di bumi, Yesus Kristus memberikan perintah ini secara eksplisit kepada para murid-Nya, dan perintah ini diteruskan sampai kepada kita hari ini.

Teladan kasih yang diberikan kepada kita juga sudah sangat jelas. Yesus mengatakan bahwa kita harus saling mengasihi seperti Dia mengasihi kita. Bagaimana Dia mengasihi kita? Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:13). Dia mengasihi kita sampai akhir, yaitu sampai merelakan nyawa-Nya untuk mati di kayu salib demi kita yang dikasihi-Nya. Seperti itulah kita diperintahkan untuk mengasihi. Sampai sejauh itulah, kita harus mengasihi.

Akan tetapi, kekerasan hati saya membuat saya terus bertanya, tapi kenapa Tuhan? Kenapa Yesus memberikan perintah ini? Kenapa Dia bahkan merangkum semua hukum Allah di dalam dua hal ini: 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Mark 12:30-31)

Ya, kenapa mengasihi, dan mengasihi seperti Yesus? Kenapa tidak cukup dengan melakukan ritual-ritual, peraturan-peraturan, dan menaati larangan-larangan Tuhan saja? Kenapa tidak cukup dengan memberikan persembahan-persembahan saja? Kenapa, dan kenapa?

Tidakkah Tuhan tahu bahwa hal mengasihi itu adalah yang tersulit untuk dilakukan, karena manusia pada dasarnya adalah egois dan narsistis? Bukankah Tuhan tahu, bahwa tidak semua orang yang dikasihi akan meresponinya dengan syukur dan sembah, bahkan ada lebih banyak yang setelah dikasihi malah memalingkan wajah dan bahkan meludahi? Bukankah Tuhan tahu, manusia yang lemah dan tidak sempurna ini, lebih mudah membenci dan mencari kesalahan, daripada mengasihi dan memberikan dirinya sebagai korban demi kasih? Kenapa?

Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin bagi beberapa orang adalah pertanyaan seorang anak kecil. Akan tetapi, saya tidak bisa menyangkal bahwa pertanyaan-pertanyaan ini sungguh-sungguh menggelisahkan saya. Tuhan memerintahkan saya untuk mengasihi, dan mengasihi seperti Yesus telah mengasihi, tetapi kenapa? Dalam kegelisahan saya, saya menemukan surat Yohanes ini.

7 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. 8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. 9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. 10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. 11 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. 12 Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita. (1 Yohanes 4:7-12)
Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita, dan telah mengutus anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Ayat ini berbunyi begitu nyaring di dalam hati saya. Kemudian saya jadi teringat ayat hafalan wajib bagi anak sekolah minggu di zaman saya, Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yoh 3:16)

Saya harus mengasihi, bukan karena semua orang pantas dikasihi oleh saya. Saya harus mengasihi bukan karena semua orang akan menerima dan bersyukur terhadap kasih yang akan saya berikan. Saya harus mengasihi bukan karena saya akan mendapat pujian dan kemuliaan karena kasih yang saya berikan. Saya harus mengasihi semata-mata karena saya sendiri sebenarnya tidak pantas untuk dikasihi, namun telah dikasihi lebih dulu oleh Allah, dengan kasih yang melampaui segala akal manusia untuk memahaminya, kasih yang memberikan anak tunggal Allah untuk mati di kayu salib demi saya. Itulah alasan pertama, dan terutama kenapa saya diperintahkan untuk mengasihi.

Mendapat jawaban ini, saya tidak bisa berkata-kata lagi. Siapa saya, sehingga saya pantas mempertanyakan perintah agung Tuhan kepada saya? Betapa lancang dan kurang ajarnya saya, mempertanyakan perintah Tuhan ini. Saya, yang tidak pantas dikasihi ini, telah dikasihi sedemikian rupa oleh Tuhan. Apalagi yang bisa saya lakukan, selain menuruti perintah-Nya?

Anda mungkin tidak sedang bergumul seperti saya. Akan tetapi, jika pertanyaan-pertanyaan seperti tadi datang kepada Anda, ingatlah bahwa Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, jauh sebelum kita mengasihi Dia. Allah telah lebih dahulu memberikan Kristus untuk terpaku di kayu salib, jauh sebelum kita bahkan teringat kepada-Nya. Jangan lupakan hal ini juga, oleh karena dosa-dosa kita, kita paling pantas memperoleh hukuman kebinasaan kekal, namun Allah mengasihi kita lebih dulu.

Mari kita hidup dalam kasih. Kasih yang mengasihi tanpa menuntut syarat terlebih dahulu. Kasih yang juga tidak mengharapkan balas dan imbalan dari mereka yang kita kasihi. Kasih yang tidak menunggu untuk mengasihi, tetapi yang aktif mendahului untuk mengasihi. Bukan karena alasan apa-apa, hanya karena kita juga tidak pantas dikasihi, namun telah dikasihi sedemikian rupa oleh Allah yang maha kuasa.

Marilah kita hidup dalam kasih yang seperti ini, supaya dunia melihat Allah yang telah mengasihi dunia dan yang telah datang dan mati di kayu salib bagi dunia. Jangan heran dan terkejut dengan respon yang diberikan, tetapi tetaplah mengasihi. Bahkan ketika yang kita kasihi memalingkan wajahnya dari kita, meludahi bahkan melempari kita dengan batu. Mari tetap hidup dalam kasih. Mengasihi adalah jalan yang ditentukan Allah bagi kita. Tidak ada jalan lain, karena Allah sendiri telah datang kepada kita, hanya melalui jalan itu. Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.

Kamis, 03 September 2009

Refleksi

APAKAH ANDA MALU SEBAGAI ORANG KRISTEN?
1. Di saat anda makan di sebuah rumah makan baik itu rumah makan sederhana ataupun mewah, apakah anda akan tetap menunjukkan jati diri sebagai orang Kristen? Yaitu berdoa dahulu sebelum makan?
Kadang kita merasa malu untuk berdoa sebelum makan di tempat yang ramai. Dengan alasan macam2.
2. Di saat anda pergi ke Gereja. Yang mengharuskan anda membawa Alkitab. Anda tidak membawanya. Karena malu di di jalan. Buat apa...kan nanti bisa pinjam orang di sebelah saja saat di Gereja.
3. Atribut apa yang anda gunakan? Kalung salib? Baju bertuliskan I Love Jesus? Atau apa saja?
Saya pernah mengenakan baju bertuliskan Jesus care, ketika berjalan di mall. Banyak sekali mata memandang. Tapi saya bangga. Karena semua orang tahu bahwa saya adalah pengikut Yesus. Tidak pernah terlintas perasaan malu di pikiran saya.Entah kenapa, ada seorang Tionghua di belakang yang ketika mengantri di kasir bermuka sinis. Tetapi ketika membayar, saya membalikkan badan, terlihatlah Tulisan Jesus care di baju saya...eeehhhhhh...mukanya berubah. Dia mengajak ngobrol. Tetapi yang luar biasanya lagi, akhirnya dia tersenyum ramah ketika saya meninggalkan kasir.
Apakah anda malu sebagai orang Kristen?